Sekolah Menengah Kejuruan Modal Kapitalis
![]() |
| Foto: Ilustrasi |
Oleh, Wenas Kobogau
SELAMA ini, Karl Marx lebih dikenal sebagai pemikir ekonomi-
politik dari pada pemikir pendidikan. Buktinya, sampai saat ini, jarang
dijumpai diskursus yang menyandingkan Marx dengan dunia pendidikan.
Padahal, sebagaimana diungkap dalam buku Metode Pendidikan Marxis-Sosialis, Marx
bukan hanya pemikir ekonomi-politik, tapi juga seorang pemikir pendidikan
terkemuka. Bahkan, menurut Nurani Soyomukti, penulis buku tersebut, Marx adalah
pelopor dan peletak dasar teori pendidikan kritis dan pembebasan, bukan Paulo
Freire sebagaimana diyakini banyak kalangan (Soyomukti: 136).
Dalam konteks pendidikan, Marx menyingkapkan bahwa basis
dari gerak sejarah sistem pendidikan dunia ditentukan oleh kapital (ekonomi).
Teori ini disebut dengan determinisme ekonomi. Tampaknya, ramalan Marx itu
benar, khususnya di Indonesia. Regulasi kebijakan pendidikan pemerintah, dalam
hal ini Undang- Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), tidak lain merupakan
penjelmaan perselingkuhan antara dunia pendidikan dengan kepentingan kapital.
Munculnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), baik yang
berkonsentrasi di dunia mesin, listrik, arsitektur, administrasi perkantoran, akuntansi,
kesekretariatan maupun berbagai bidang lain, merupakan pemenuhan atas nafsu
kapitalisme. Kehadiran SMK diharapkan meluluskan peserta didik yang siap pakai
dan sesuai dengan kebutuhan praktis di bidang kerja infrastruktur pembangunan.
Sekolah kejuruan menjadi idaman dan pilihan para orangtua
yang ingin yang ingin melihat anaknya cepat mendapat kerja. Penekanan
keterampilan teknis seperti ini menyebabkan pendidikan terjerumus dalam
pragmatisme. Pragmatisme pendidikan adalah malapetaka besar bagi masa depan
kemanusiaan.
Sebab, pragmatisme pendidikan akan melahirkan manusia yang
tidak berbobot untuk kepentingan bangsaan. Pragmatisme pendidikan hanya
mencetak generasi yang ingin cepat mendapatkan gelar sarjana dan memperoleh
profesi yang bergengsi.
Buku ini berusaha menggagas dan menjabarkan metode
pendidikan berbasis Marxis-Sosialis yang menjadi counterpart atas pendidikan
kapitalisme yang selama ini menjadi ideologi sistem pendidikan internasional.
Ideologi pendidikan yang digagas Marx adalah bentuk gugatan atas merasuknya
budaya kapitalisme dan pragmatisme dalam tubuh pendidikan.
Dalam pendidikan berbasis Marxis-Sosialis, tujuan (ideologi)
pendidikan adalah membangun karakter (character
building) manusia yang tercerahkan; suatu kondisi mental yang dibutuhkan
untuk membangun suatu masyarakat yang berkarakter progresif, egaliter, demokratis,
berkeadilan dan berpihak terhadap kaum-kaum tertindas (the oppressed).
Menurut Marx, pendidikan bukan lahan basah untuk merenggut
keuntungan, melainkan sebagai instrumen membebaskan manusia dari belenggu
dehumanisasi serta menempatkan manusia dalam esensi dan martabat kemanusiaannya
yang sejati.
Marx mengidealkan terciptanya pendidikan kritis (critical pedagogy), pendidikan radikal (radical education) dan pendidikan
revolusioner (revolutionary education)
yang pada gilirannya mampu mencetak manusia yang betul-betul mau memperjuangkan
kaum-kaum miskin. Pendidikan yang terjebak pada pragmatisme untuk kepentingan
kapitalisme merupakan eksploitasi atas esensi terbentuknya lembaga pendidikan.
Bagi Marx, pendidikan bertujuan menciptakan kesadaran
kritis,bukan pengetahuan dan keterampilan teknis yang mendukung proyek
kapitalisme. Apa yang diidealkan Marx itu sangat kontras dengan karakter
objektif para pelajar bangsa ini.
Penulis adalah
anggota AMP Komite Kota Bandung
---------------------------
Referensi:
Soyomukti. N, 2008: Pendidikan Marxis Sosialis (Antara Teori dan Praktek): Ar-Ruzz Media – Yogyakarta
Sumber : www.ampnews.org







Tidak ada komentar:
Posting Komentar