Banyak Jalan Untuk Melawan
Salam demokrasi
Kondisi mahasiswa secara kuantitas
untuk bersedia turun ke jalan dan menjaga garis perjuangan saat ini
memang memprihatinkan. Betapa tidak mahasiswa yang dikenal sebagai agen
perubahan, intelektual dengan basis keberpihakannya terhadap rakyat dan
garda terdepan dalam menyuarakan suara-suara protes ketika ruang-ruang
aspirasi buntu mengalami kemunduran degradasi intelektual.
Inilah yang kemudian para segelintir
mahasiswa yang masih konsisten dan bersedia untuk turun ke jalan harus
melakukan perlawanan dengan berbalut kreatifitas dan gagasan segar dalam
setiap gerakannya. Eksistensi adalah mutlak ketika suara-suara sumbang
dan keraguan ditujukan akan eksistensi mahasiswa progresif.
Kreatifitas bisa lahir dari mana saja
dan kapan saja. Tinggal kita menuangkan dalam sebuah kertas dan
menulisnya untuk dimaterialkan setiap momen yang akan dipakai, sehingga
kreatifitas tidak bersifat memaksakan dan mendadak. Namu dalam tradisi
sebuah gerakan pasti atau suatu pendiskusian terlebih dahulu untuk
mematangka sebuah kreatifitas dan gagasan itu. Sehingga resiko-resiko
serta kesiapan antara kekurangan-kekurangan bisa diantisipasi.
Banyak tujuan dari sebuah gerakan
adalah penyeruan terhadap ketidaktahuan terhadap rakyat, kelupaan
(refleksi) terhadap suatu kasus atau peristiwa serta sebagai media
aspirasi da tuntutan yang disuarakan. Jelas aktivitas-aktvitas itu bukan
dari ruang-ruang birokrasi atau instasi yang hanya ditampung dan
dibuang tanpa ada kelanjutannya. Itulah kenapa masa-masa mahasiswa
adalah masa-masa perjuangan jalanan karena selalu banyak mengambil
jalanan sebagai wahana menyalurkan itu semua, sehingga masyarakat bisa
secara langsung tahu yang tentunya didukung oleh media atau pers yang
meliputnya.
Teatrikal dan Slogan-Slogan
Teatrikal menjadi senjata yang menarik
ketika aksi-aks yang monoton sudah tidak lagi relevan. Teatrikal berarti
embutuhkan persiapan yang cukup waktu untuk mempersiapkan barang dan
alat-alat apa yang diperlukan. Karena teatrikal yang apa adanya juga
pasti akan menghasilkan yang apa adanya. Teatrikal biasanya sangat
diminati oleh pers karena dianggap sebagai satire atau simbol dari apa
yang disuarakan oleh demonstran. Selai aksi teatrikal, slogan-slogan
redaksional seakan menjadi sisi mata uang yang tak dapat dipisah sebagai
media untuk menyuarakan dan sindiran dan tuntutan. Sehingga sebuah
demonstrasi akan menjadi menarik untuk para awak media dan fotografer
maupun masyarakat yang merasa penasaran untuk seedar melihat.
Sebagai sebuah contoh adalah ketika isu
militerisme sedang hangat karena represifitas terhadap warga atau
mahasiswa terjadi. Maka sebagai solidaritas. Adalah untuk mengingatkan,
menyerukan dan melawan setiap tindakan aparat dalam hal ini ambilah
contoh TNI-Polisi.
Maka teatrikal sebagai seorang korban
dari represifitas dengan diikat tangan dibelakang atau sebagian yang
lain diikatkan pada sebuah pagar sambil membentangkan ”TNI DARI RAKYAT,
UNTUK RAKYAT DAN OLEH RAKYAT, BUKAN HAJAR RAKYAT, TEMBAK RAKYAT, BUNUH
RAKYAT” atau ABRI (Aku Bunuh Rakyat Indonesia). Dalam hal ini masyarakat
kembali diingatkan bahwa TNI dan segala peralatan serta senjatanya
merupakan hasil dari pajak rakyat lalu kenapa harus digunaka untuk
menembaki dan membunuh rakyat.
Setting aksi, seperti yang sudah
dijelaskan di atas, terlebih-lebih jika dalam demonstrasi itu
direncanakan aka diadakan sebuah teatrikal, karena itu setting aksi
sangat menentukan langkah teknis apa saja yang harus ditempuh dalam
proses demonstrasi, agar semua bisa tertata dengan rapi lancar dan
sukses.
Demikian sekelumit catatan mengenai
variasi dalam perlawan tentunya masih banyak lagi varian-varian yang
bebeda sesuai dengan konteks isu apa yang akan diusung dalam sebuah
demonstrasi. Selamat mencoba.
Sumber : www.bungaapirevolusi.wordpress.com






Tidak ada komentar:
Posting Komentar