Perempuan Papua Belajar Dari Rosa Luxemburg Melawan Penindasan
![]() |
| Ilustrasi Perempuan West Papua Yang merindukan Pembebasan Nasional Bagi Rakyat Papua Barat ( Foto. Pribadi Yullybetha A" Dogga Gombo) |
Oleh : Yullybetha A'Dogga Gombo
Kendati secara khusus jarang menulis tentang gerakan
perempuan, namun pemahaman Rosa terhadap gerakan perempuan sangat jelas.
Baginya, kebebasan perempuan adalah bagian dari pembebasan proletariat dari
penindasan kapitalisme. Ia tidak menolak perjuangan kesetaraan antara perempuan
dan laki-laki, bahkan ia menunjukkan fakta-fakta bahwa tanpa dukungan perempuan
proletariat maka Partai Sosial Demokrat (Social Democratic Party) mungkin tak
akan memperoleh kemenangan besar pada pemilu 12 Januari 1912; perempuan proletariat
adalah barisan paling militan dalam aksi-aksi massa yang digelar oleh gerakan
sosial demokrat; dan lebih dari 100 ribu perempuan proletariat menjadi
pelanggan dari koran Die
Gleichhet, koran perempuan Sosial Demokrat yang diedit oleh Clara Zetkin.
Bagi Rosa, tidak adanya hak pilih bagi perempuan
proletariat, membuat kelas-kelas berkuasa semakin mudah mengeksploitasi
proletariat. Karena itu, ‘hak
pilih perempuan harus merupakan tujuan’ dari perjuangan partai.‘Seorang
perempuan, harus berani untuk terlibat dalam politik, sebuah wilayah yang
hampir seluruhnya dikuasai oleh laki-laki,’ demikian ungkapnya. Dalam
sebuah pidato pada Rally Perempuan Sosial Demokratik Kedua, 12 Mei 1912,
Luxemburg menyatakan bahwa hak memilih kaum perempuan adalah sasaran yang
tepat. Dia berpendapat bahwa ‘gerakan
massa untuk memperolehnya bukanlah (sekedar) tugas bagi perempuan dan laki-laki
dalam masyarakat proletariat. Lemahya hak-hak yang diberikan oleh pemerintah
Jerman adalah hanya salah satu rantai belenggu yang menghalang-halangi
kehidupan masyarakat. Lemahnya hak-hak pada kaum perempuan menjadi alat yang
paling penting dari klas kapitalis yang berkuasa.’
Tetapi, di sini ia memberikan penekanan bahwa ‘gerakan
massa yang memperjuangkan hak pilih perempuan tersebut bukanlah merupakan isu
perempuan itu sendiri, tapi harus merupakan kesadaran bersama dari kelas
proletariat perempuan maupun laki-laki.’ Dengan sendirinya ia
menentang gerakan perempuan yang bersifat eksklusif, yang sekadar menuntut
reformasi-reformasi politik yang terbatas, atau memperjuangkan isu-isu tertentu
yang terpisah satu sama lainnya. Misalnya, ia menolak tuntutan kaum perempuan
yang hanya terbatas pada tuntutan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan,
karena menurutnya, itu adalah tuntutannya perempuan borjuis, bukan
tuntutan perempuan proletariat. Rosa mengatakan, kaum perempuan borjuis jika
telah mendapatkan hak-hak pilihnya setara dengan laki-laki, jika ia telah
sanggup melangkahi ‘male prerogatives,’ maka mereka seringkali
menjadi lebih konservatif dan reaksioner ketimbang laki-laki. Bagi Rosa, ini
bukan persoalan psikologis, tapi karena posisi kelasnya sebagai co-consumer,
karena hanya sedikit sekali dari perempuan borjuis ini mengambil bagian dalam
proses produksi sosial. Dalam artikelnya berjudul Women’s
Suffrage and Class Struggle,Rosa menuding perempuan borjuis ini sebagai ‘parasit
dari parasitnya sebuah bodi sosial dan sebagai co-consumer mereka lebih fanatik
dan kejam dalam mempertahankan “haknya” agar bisa hidup sebagai parasit
dibandingkan dengan agen langsung dari kelas berkuasa dan penindas.’
Dari perspektif ini, tidak heran jika Rosa memberi
tempat mulia bagi perempuan proletariat, karena ia merupakan bagian tak
terpisahkan dari proses produksi sosial kapitalisme. Dalam proses produksi itu,
perempuan proletariat secara ekonomi keberadaannya adalah independen
ketimbang perempuan borjuis, karena ia melakukan kerja-kerja produktif
sebagaimana laki-laki proletariat. Tanpa adanya kerja produktif, maka kapitalis
tidak bisa meraup keuntungan dan pada akhirnya jatuh bangkrut. Seperti kata
Rosa, ‘sejauh kapitalisme dan sistem upah eksis, maka
hanya kerja produktiflah yang memproduksi nilai lebih, yang mana hal itu
kemudian menciptakan keuntungan bagi kapitalis.’
Dan karena secara ekonomi perempuan proletariat lebih
independen, jelas ia lebih peduli pada pentingnya kebebasan politik. Lagi pula,
perkembangan pesat ala-alat produksi dan hukum-hukum kerja kapitalis, tuntutan
akan hak pilih perempuan makin tak terelakkan. Tapi, di sinilah poin penting
Rosa dalam memberikan panduan bagi perjuangan politik perempaun proletariat,
dimana dalam perjuangan politiknya tuntutan utama yang harus dimajukan bukanlah
persoalan ketidakadilan (injustice). Bahkan Rosa dengan tegas
mengatakan bahwa ketidakadilan bukanlah tuntutan kita. ‘Inilah
perbedaan mendasar kita dengan kalangan sosialisme utopis, serta kaum
sentimentalis awal. Kita tidak tergantung pada keadilan dari kelas berkuasa,
tetapi semata-mata pada kekuatan revolusioner dari massa pekerja dan tentu saja
pada perkembangan sosial yang kekuatannya terus dipersiapkan secara konkret.
Jadi ketidakadilan itu sendiri bukanlah alasan buat kita untuk menjatuhkan
lembaga-lembaga yang reaksioner.’ Dan karena itu, perjuangan politik
perempuan, menurut Rosa, hanya bagian perjuangan umum proletariat untuk
pembebasan dirinya dari eksploitasi kapital.
Dan sebagai seorang sosialis revolusioner, Rosa selalu
setia pada perjuangan yang berbasis massa. Ia menolak perjuangan perempuan yang
elitis, atau perjuangan aktivis perempuan yang disuarakan secara radikal dari
kampus-kampus. Baginya, perempuan proletariat harus melampuai sekat-sekat
bangunan pabrik, mereka harus mau bermuhibah ke kantong-kantong perempuan
miskin perkotaan, perempuan miskin pedesaan, dan perempuan miskin dari ras dan
etnis yang tertindas. Tanpa gerakan massa, maka tidak akan ada gerakan
revolusioner.
Rosa Mengatakan juga Kaum Revolusioner
harus mulai terlibat dalam perjuangan nasional untuk memberikan pengaruh dan
motivasi dalam perjuangan pembebasan ditengah-tengah masyarakat dan mengawali
pendekatannya dari kondisi kongkrit tersebut.
Rosa mengemukakan juga “Penting bagi kaum sosialis untuk mendukung hak dari negeri tertindas untuk perjuangan hak menentukan nasib sendiri, guna melawan Kapitalisme dan Imperialisme dan Militerisme.
Rosa “Mendukung hak sebuah bangsa untuk menentukan nasib sendiri adalah unsur kunci bagi sebuah pendekatan strategis dalam membangun solidaritas internasional kelas pekerja berdasarkan kondisi nyata. Solidaritas ini akan mendorong kelas masyarakat di negeri penjajah, menjadi pendukung hak dari rakyat terjajah untuk merdeka”.
Diatas ini salah satu contoh besar dari aktivis perempuan yang berjuang demi kebebasan, kedamaian dan keadilan bagi banyak orang. Maka upaya-upaya penting yang dilakukan oleh para aktivis Perempuan Papua diberbagai penjuru perjuangan memainkan peran penting untuk menjamin tercapainya Hak Penentuan Nasib sendiri (Self Determination).
Salut buat aktivis Perempuan Papua yang selalu saja berjuang demi untuk masyarakat serta Tanah Papua.
Suara kalian (Aktivis Perempuan Papua) akan membuka mata kawan-kawan yang belum tahu latar belakang Tanah dan Rakyat Papua. Suara kalian adalah suara Emas yang nantinya akan membebaskan banyak orang dari Kapitalisme, Imperialisme, Kolonialisme dan Militerisme di Tanah Papua.
“Demi perjuangan yang takkan pernah mati, pupuklah selalu harapanmu, tambah dan semangatlah dalam perjuanganmu, dengar dan belajarlah selalu dari pengalaman kaum tertindas, ujilah selalu dari menit ke menit komitmen-komitmenmu, jauhilah selalu godaan-godaan dari harta dan tahta, ingatlah selalu bahwa perjuanganmu adalah perjuangan seluruh kaum tertindas”.
“Salam Juang (Self Determination)”
Rosa mengemukakan juga “Penting bagi kaum sosialis untuk mendukung hak dari negeri tertindas untuk perjuangan hak menentukan nasib sendiri, guna melawan Kapitalisme dan Imperialisme dan Militerisme.
Rosa “Mendukung hak sebuah bangsa untuk menentukan nasib sendiri adalah unsur kunci bagi sebuah pendekatan strategis dalam membangun solidaritas internasional kelas pekerja berdasarkan kondisi nyata. Solidaritas ini akan mendorong kelas masyarakat di negeri penjajah, menjadi pendukung hak dari rakyat terjajah untuk merdeka”.
Diatas ini salah satu contoh besar dari aktivis perempuan yang berjuang demi kebebasan, kedamaian dan keadilan bagi banyak orang. Maka upaya-upaya penting yang dilakukan oleh para aktivis Perempuan Papua diberbagai penjuru perjuangan memainkan peran penting untuk menjamin tercapainya Hak Penentuan Nasib sendiri (Self Determination).
Salut buat aktivis Perempuan Papua yang selalu saja berjuang demi untuk masyarakat serta Tanah Papua.
Suara kalian (Aktivis Perempuan Papua) akan membuka mata kawan-kawan yang belum tahu latar belakang Tanah dan Rakyat Papua. Suara kalian adalah suara Emas yang nantinya akan membebaskan banyak orang dari Kapitalisme, Imperialisme, Kolonialisme dan Militerisme di Tanah Papua.
“Demi perjuangan yang takkan pernah mati, pupuklah selalu harapanmu, tambah dan semangatlah dalam perjuanganmu, dengar dan belajarlah selalu dari pengalaman kaum tertindas, ujilah selalu dari menit ke menit komitmen-komitmenmu, jauhilah selalu godaan-godaan dari harta dan tahta, ingatlah selalu bahwa perjuanganmu adalah perjuangan seluruh kaum tertindas”.
“Salam Juang (Self Determination)”
Penulis Adalah Yullybetha A'Dogga
Gombo Anggota AMP Jakarta
Refrensin
Berto Tukan, Rosa Luxemburg: Sang Pedang Revolusi yang
dimuat di www.indoprogress.com







Tidak ada komentar:
Posting Komentar