Saat Orasi Politik (Foto/Awar Tutu) |
Situasi politik Papua,
baik di tanah Papua, Indonesia, maupun di tingkat internasional dalam beberapa
waktu terakhir menunjukan perkembangan yang sangat signifikan, dimana di dunia
Internasional, tokoh-tokoh Papua yang dipercayakan sebagai diplomat, telah
berhasil memberikan keyakinan kepada berbagai kalangan di berbagai Negara
Eropa, Afrika, Amerika, Pasifik dan Melanesia, dalam mendesak
penyelesaian persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh Indonesia
kepada orang asli Papua serta mendukung diberikannya kebebasan kepada
bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri. Di Inggris, tepat dalam Bulan Mei
2016, Free West Papua Campaign yang dipimpin langsung oleh Benny Wenda, bersama
ILWP dan IPWP, mendeklarasikan Referendum bagi West Papua, yang didukung
langsung oleh Ketua Partai Sosialis Inggris, yang juga sebagai anggota parlemen
di Inggris, Gerry Juva (Gubernur Provinsi Orro, PNG), Menteri Luar Negeri
Vanuatu, dan beberapa utusan Pasifik dan Melanesia serta Afrika.
Dalam bulan yang sama (Mei 2016) Manasseh Sogavare selaku ketua forum Melanesia Spearhead
Group (MSG), yang juga adalah Perdana Menteri Solomon Island, mengecam sikap
Indonesia yang tidak merespon surat dari forum MSG terkait penyelesaian
persoalan HAM di Papua, dan menganggap bahwa tidak ada niat baik Indonesia
dalam penyelesaian persoalan HAM di Papua, sehingga Manasseh Sogavare mendesak pimpinan-pimpinan Negara-negara
Melanesia untuk mengangkat status United Liberation Movement For West Papua
(ULMWP) dari observer menjadi anggota tetap, sesegerah mungkin. Selain
itu, Piter Oneil selaku ketua Pasific Island Forum (PIF) yang juga sebagai
Perdana Menteri Papua New Gunea (PNG) dalam siaran persnya di berbagai media
internasional pada pertengahan bulan mei 2016, menyatakan bahwa Forum Pasific
mendukung West Papua Self Determination.
Tidak hanya di luar
negri, semakin tingginya gejolak perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Papua
lewat aksi-aksi damai di berbagai kota dan kabupaten di tanah Papua dan
beberapa kota lain di Indonesia oleh mahasiswa Papua. Rakyat Papua semakin
yakin dan semakin bersemangat dalam menyuarakan aspirasinya di ruang-ruang
public dan bahkan gerakan rakyat yang sebelumnya lebih menonjor di beberapa
kota dan kabupaten, kini gerakan rakyat lewat aksi-aksi damai sudah semakin
massif dan merata diseluru kota dan kabupaten di tanah Papua.
Melihat desakan dunia
internasional terhadap pesoalan Politik dan HAM di Papua dan gejolak massa
rakyat Papua yang semakin massif dan terbuka melakukan perlawanan di
ruang-ruang public, pemerintah Indonesia bergerak cepat merespon situasi ini,
dimana guna menyikapi desakan Internasional terhadap persoalan HAM di Papua,
Indonesia membentuk tim khusus penyelesaian persoalan HAM di Papua yang
dipimpin langsung oleh Menkopolhukam RI “Luhut Binsar Pajaitan”, yang mana dari
banyaknya kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Indonesia, tim ini hanya
mengangkat tiga (3) persoalan, yang dianggap Indonesia sebagai representative
dari sekian banyak persoalan HAM yang terjadi di tanah Papua. Padahal sejak
invasi militer Indonesia dilakukan ke tanah Papua pertama kali pada tahun 1961
hingga saat ini, tercatat ada ratusan kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
militer Indonesia, yang telah memakan ratusan ribu jiwa rakyat Papua. Tidak
hanya itu, guna menekan desakan dari dunia Internasional terhadap persoalan HAM
di tanah Papua, Indonesia lewat kementrian luar negri dalam pernyataan di
berbagai media baru-baru ini mengecam Intervensi yang dilakukan berbagai Negara
dan menegaskan bahwa persoalan Papua adalah persoalan Internal Indonesia,
sehingga negara-negara lain tidak perlu mencapuri urusan HAM di Papua.
Menyikapi maraknya
aksi-aksi damai yang dilakukan oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) bersama
rakyat Papua sendiri, Indonesia lagi-lagi menggunakan pendekatan-pendekatan
militeristik, dimana dalam 3 bulan terakhir, Indonesia secara massif melakukan
pengiriman militer secara diam-diam ke seluruh Tanah Papua, terlebih di daerah-daerah
perbatasan antara Papua dan PNG, yang mana pendropan militer dalam jumlah
banyak ini kemudian mendapatkan respon dari Gerry Juva (Gubernur Provinsi Oro,
di PNG) di perlemen PGN, Gerry Juva mempertanyakan banyaknya jumlah militer
Indonesia yang ditempatkan di daerah-daerah perbatasan, setidaknya ada 45.000
personel tentara organik yang disiagakan. Pembangunan kodim, dan mako brimob
semakin marak dilakukan diberbagai kota dan kabupaten di seluruh tanah Papua.
Hal ini dipertegas dengan pernyataannya mentri pertahanan Indonesia dalam
siaran persnya baru-baru ini bahwa, kementrian pertahanan akan membangun kantor
cabang dan membangun pangkalan militer khusus Papua, yang akan dimulai dalam
akhir tahun 2016 ini.
Tindakan represif
aparat (TNI-Polri) terhadap aksi-aksi damai yang digelar rakyat Papua semakin
menjadi-jadi, puluhan aktivis dan rakyat Papua ditangkap hanya karena
membagi-bagikan selebaran aksi, ribuan massa rakyat Papua ditangkap dibeberapa
kota dan kabupaten hanya karena menggelar aksi damai, penyiksaan, penganiaayaan
dan bahkan pelecehan dilakukan aparat terhadap rakyat Papua yang diamankan saat
menggelar aksi damai.
Berikut beberapa data
penangkapan dan pembungkaman terhadap ruang-ruang demokrasi di ruang publik dan
ruang akademik yang dilakukan aparat gabungan dalam kurun waktu kurang dari
tiga bulan terakhir (April-Juni 2016) :
·
Penangkapan terhadap 54 Aktivis KNPB, Mahasiswa dan Rakyat Papua
pada tanggal 28-30 April 2016, saat membagi-bagikan selebaran seruan aksi damai
di Jayapura, Abepura, Sentani dan Yahukimo.
·
Penangkapan terhadap 13 Mahasiswa Uncen saat menggelar aksi
damai menuntut pemerataan biaya pendidikan dan UKT di lingkungan kampus, pada
tanggal 27 April 2016 di Abepura.
·
Penangkapan masal terhadap 2000an lebih Aktivis, Mahasiswa dan
rakyat Papua pada tanggal 02 Mei 2016 saat menggelar aksi damai di beberapa
kota dan kabupaten di tanah Papua.
·
Penangkapan Terhadap 75 Aktivis, Mahasiswa dan rakyat Papua,
saat membagikan selebaran seruan aksi di beberapa kota di Papua, pada tanggal 28-30
Mei 2016.
·
Penangkapan terhadap 597 orang massa aksi dan aktivis KNPB saat
menggelar aksi damai pada tanggal 31 Mei 2016, dan 7 orang mahasiswa Papua di
Menado, Sulawesi Utara saat menggelar aksi yang sama.
·
Menjelang aksi damai yang akan digelar oleh rakyat Papua bersama
KNPB pada tanggal 15 Juni 2016, penangkapan kembali dilakukan oleh aparat,
setidaknya sejak tanggal 10 hingga 13 Juni, dilaporkan sebanyak 99 orang
aktivis, mahasiswa dan rakyat Papua ditangkap hanya karena membagi-bagikan
selebaran akasi di beberapa tempat di Papua.
Tidak hanya melakukan
tindakan represif, penangkapan sewenang-wenang dan pembungkaman ruang-ruang
demokrasi bagi rakyat Papua, Guna menghindari dugaan pelanggaran HAM, militer
mulai menghidupkan milisi-milisi reaksioner yang dibackup langsung oleh
militer, seperti : BARA NKRI, Barisan Merah Putih (BMP), Pemuda Pancasila dan
berbagai ormas lainnya, yang mayoritas massanya adalah orang non Papua, guna
melakukan perlawanan terhadap aksi-aksi damai yang digelar oleh rakyat Papua,
yang mengarah pada terjadinya konflik antara sipil dan sipil (pribumi dan
pendatang) di Papua. Penculikan, penganiayaan dan bahkan pembunuhan misterius
terhadap orang asli Papua semakin marak terjadi, di berbagai kota di Papua. Di
Jayapura saja, dilaporkan hampir setiap hari ditemukan 4-5 jenasah orang asli
Papua di ruang jenasah RSUD Jayapua, dengan luka-luka yang rata-rata hampir
sama.
Melihat situasi Politik West Papua di tingkat Internasional, dan
di Papua, serta guna menyikapi tindakan brutal militer Indonesia terhadap orang
asli Papua yang semakin menjadi-jadi dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan
terakhir ini, maka Gerakan Rakyat Papua Bersatu [GRPB] Menuntut : “Berikan Hak Menentukan Nasib
Sendiri Bagi Bangsa Papua”, Serta menyatakan sikap :
1.
Mengecam Tindakan Represif Aparat TNI-Polri, Terhadap Aktivis
KNPB, Mahasiswa dan Rakyat Papua
2.
Dukung ULMWP Menjadi Anggota Penuh di Melanesian Spearhead Group
(MSG)
3.
Menolak Tim Pencari Fakta Buatan Jakarta Turun Ke Tanah Papua
4.
Tarik Militer Organik dan Non Organik Dari Seluruh Tanah Papua
5.
Tutup Seluru Perusahaan Asing Yang Ada Diatas Tanah Papua
6.
Berikan Ruang Demokrasi Se Luas-luasnya Bagi Rakyat Papua
Yogyakarta, 16Juni 2016
Gerakan Rakyat Papua Bersatu
[GRPB]
Posting Komentar