[Latest News][6]

AFRIKA
AGAMA
AGRARIA
Aksi massa
AKTIVIS
AKTIVIS PAPUA
ALAM
ALKITAB
AMERIKA LATIN
AMP
ANALISIS
ARTIKEL
australia
BAJU PAPUA
bali
BANDUNG
BENNY WENDA
berita
BISNIS
BMP
BOLA
BORJUIS
BRASIL
BRIMOB
BUCHTAR TABUNI
BUKU
BUPATI
BURUH
CERPEN
CHE GUEVARA
CINTA
CORETAN
CORETAN API
DEIYAI
DEMO
DEMOKRASI
DIALEKTIKA
DISKUSI
DOA
DPRD
DPRP
DUKA
EKONOMI
ESAI
esay
ETNIS
FASIFIK
FEATURED
FIDEL CASTRO
FILSAFAT
FLEM
FMN
FOTO
FPI
FRI-WP
FRIEDIK ENGELS
FRONT
GEMPAR
GEN GOLIAT TABUNI
GENOSIDA
GEORGE NOVACK
GERAKAN
GHANA
GRPB
HAM
HUKUM
HUT
IMASEPA
IMPERIALISME
INDIA
INFONews
INTERNASIONAL
IPMAMI
IPWP
IRLANDIA
Ismantoro Dwi Yuwono
JDP
JEFRI WENDA
JURNALIS
kabar gerakan
KAMPUS
KAPITALISME
KARL MARX
kedubes
KEKERASAN
KESEHATAN
KIRI
KNPB
KOLONIALISME NKRI
KOMUNIS
KONFLIK
KONTRAS
KORAN
KPP
KUBA
LAGU
LAPAGO
LBH JAKARTA
LBH JOGJAKARTA
LENIN
LINGKUNGAN
LIPI
MAHASISWA
MAHATMA GANDHI
MAJALAH
MAKO TABUNI
MAMA PAPUA
MAMBESAK
MANIFESTOR KOMUNIA
MARXIS
MARXISME
MASYARAKAT ADAT
MATERI
MATERI PENDIDIKA
ME-PAGO
MEDIA
MELANESIA
MILITERISME
MIRAS
MRP
MSG
NASIONAL
OLARAGA
OPINI
ORANG PAPUA
ORGANISASI
ORMAS
OTK
PAHLAWAN
paniai
PAPUA
Papua Bicara
Papua Dole
PAPUA MERDEKA
PAULO FREIRE
PBB
PELAJAR
PEMBEBASAN
PEMBERONTAKAN
PEMUDA
PENDIDIKAN
PENGHIANAT
percikan api
PEREMPUAN
PETANI
PETANI PAPUA
PIF
PILKADA
PKI
PNWP
POLHUKAM
POLIGAMI
POLISI
POLITIK
POLRI
PRD
PRESS RELEASE
PRPPB
PUISI
PUISI PAPUA
RAKYAT MELAWAN
RAS
RASIS
REFERENDUM
RENUNGAN
represif
REVOLUSI
ROHANI
ROKOK
roma agreement
RUSIA
SASTRA
SD
SEJARAH
SEKOLAH
SENI BUDAYA
SERUAN
SISWA
SMA
SMP
SOLIDARITAS
SOSIAL
SOSIALISME
status fesbuk
STEKMEN
SUARAT
SURAT
TAMBANG
TANAH WEST PAPUA
TANI
TAPOL PAPUA
TEORI
TIMOR LESTE
TNI
TOKOH
TPNPB-OPM
TRANSMIGRASI
ULMWP
UNCEN
USKUP
VENEZUELA
VICTOR YEIMO
VIDEO
West papua
YESUS KRISTUS

Rasisme Terang-terangan di UGM

Foto: Sampul buku dari
Bapa
 Filep Karma,
seorang pemimpin bangsa Papua.

Rasisme Terang-terangan di UGM: Sejak kasus penembakan oleh Kopassus di penjara Cebongan, saya mendapati Yogyakarta yang lain. Tiba-tiba dia menjadi kota yang asing untuk saya. Saya meninggalkan kota yang pernah saya huni tiga belas tahun ini ketika Suharto jatuh. Dan, sejak itu tidak pernah kembali kecuali untuk kunjungan singkat.

Sejak kasus Cebongan itu -- dan sebelumnya riuh-rendah 'keistimewaan' Yogyakarta -- saya juga melihat bagaimana rasisme semakin mengental. Lebih sulit untuk orang dari Indonesia bagian timur -- yang berkulit lebih gelap, rambut keriting, dan bicara bahasa Indonesia lebih cepat -- untuk hidup di kota ini. Banyak keluhan dari mereka tentang kesulitan untuk mencari pondokan. Ada-ada saja alasan untuk menolak mereka.
Secara lebih khusus, rasisme ini menimpa anak-anak yang berasal dari Papua. Mereka dianggap kurang sopan, tukang mabuk, bodoh, dan kurang ajar. Di sosial media, saya pernah melihat bagaimana orang Papua dikatai sebagai 'munyuk' (monyet).
Rasisme terhadap Papua bertambah keras karena beberapa kali mahasiswa Papua di Yogyakarta melakukan demo. Banyak orang Yogyakarta -- yang seirang diklaim sebagai 'ibu dari negara Indonesia -- tidak bisa menerima ini. Mahasiswa-mahasiswa Papua ini dianggap 'separatis.' Satu kali demo mereka dihadang milisi yang dulu aktif menuntut keistimewaan Yogyakarta. Anehnya, saat menuntut keistimewaan itu, Yogyakarta juga minta untuk 'berpisah' dari Indonesia. Bahkan saya pernah melihat gambar paspor Ngayogyakarta Hadiningrat beredar di internet.
Banyak orang akan menyangkal kalau rasisme (terutama terhadap orang-orang dari timur Indonesia, khususnya dari ras Melanesia) hidup di Yogyakarta. Namun, hari ini saya membaca satu pengakuan mahasiswi dari Papua. Dia adalah mahasiswi Universitas Gadjah Mada, sebuah universitas terbesar di negeri ini.
Dia menulis demikian:
"Salah satu pejabat keamanan di UGM pagi ini mengusir saya dari kampus saya sendiri. Padahal saya hanya duduk di taman UGM sambil merangkai gelang manik2 yg sama sekali tidak mengganggu dan membuat keributan. Gelang saya pun tidak berwarna yang menyinggung atau mengarah pada simbol-simbol yg dilarang negara ini.
Luar biasa .... Orang ini menyuruh saya meninggalkan taman dekat GSP itu. Padahal di samping saya ada beberapa orang yg justru BUKAN mahasiswa UGM melakukan aktivitasnya dengan seenaknya.
Saya mengerti orang ini mengusir saya karena fisik dan asal saya dari Papua. Karena dari omongannya "Saya takut akan ada orang lain yg datang dan duduk-dudk disini pula." Loh? Memangnya kenapa kalau ada orang lain? Yah tentu saja maksudnya orang-orang yangfisiknya sama seperti saya. Lalu saya menyatakan bahwa saya mahasiswa UGM yg hendak duduk disini. Lalu bapaknya mengatakan, "Kenapa Mbak tidak ke Asrama Papua Kamasan saja untuk duduk?" (Untuk apa saya kesana , kalau saya bisa duduk disini, saya juga punya hak !!?) Sambil melarang saya untuk duduk disana (padahal ini tempat umum loh). Karena sudah terlalu keterlaluan omongannya saya marah dan menanyakan Bapak rasis sama saya? Saya mahasiswa UGM bukan dari luar. Saya juga punya hak untuk duduk di taman ini!!!!!
Langsung bapak itu pergi meninggalkan saya tanpa kalimat klarifikasi. "
Terus terang, ini terlalu berat untuk saya. Khususnya karena saya pernah juga kuliah ditempat ini. Dengan tiba-tiba, semua ingatan akan diskriminasi dan segala macam hiruk pikuknya itu muncul kembali dalam diri saya. Namun, segera saya sadari bahwa ini bukan hanya soal diskriminasi itu. Ini lebih dalam lagi.
Saya yakin ini bukan kebijakan UGM. Tindakan petugas keamanan ini mudah sekali jatuh pada tuduhan bahwa ini hanya tindakan orang per orang ('oknum' kata orang jaman Orde Baru).
Namun sulit bagi saya untuk menyangkal bahwa ini adalah rasisme yang dilakukan secara terang benderang. Bahwa rasisme ini hidup, ada, dan nyata. Fakta bahwa tindakan ini menimpa seorang perempuan sangat jelas mengarah pada rasisme itu.
Ini bukan yang pertama kali. Saya yakin ini tidak akan menjadi yang terakhir. Saya tidak tahu apakah UGM akan bertindak mencegah berbiaknya rasisme ini lebih jauh. Untuk saya, ini soal yang amat serius.

About Author Mohamed Abu 'l-Gharaniq

when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Start typing and press Enter to search