Imperialisme Budaya
![]() |
| Ilustrasi Imperialisme Budaya (foto. http://kotakita.weebly.com/) |
Oleh Wenas Kobogau #
Imperialisme budaya memiliki berbagai tujuan. Tujuan
ekonomi berupa ekspor komoditi hiburan ( entertainment) . Tujuan politik
menguasai pasar untuk komoditi budaya dan membangun hegemoni degan cara merusak
atau memandulkan kesadaran rakyat dengan cara pengembangan individualisme.
Akibatnya, sumber terpenting pemupikan (akumulasi) modal dan laba secara global
( menggantikan ekspor produk manufaktur) dan kemudian memisahkan rakyat dari
akar budaya dan solidaritas tradisionalnya yang digusur oleh media yang
memciptakan terjadinya perubahan kebutuhan melalui kampanye besar-besaran.
Imperialisme bubaya memdorong terbentuknya pemahaman
bahwa perbedaan strata social dianggkap oleh warga sebagai bagian dari hirarki
dalam gaya hidup, ras, maupun citra atau derajat bukan sebagai akibat dari
ketidak adilan. Ekpolitasi budaya dan politik melalui hiburan dan iklan
meyebabkan generasi muda sebagai kelompok sasaran, karenan sangat rentan
terhadap propaganda komersial yang ditempeli mark “ modernitas”. Generasi muda
dianggap mewakili komsumen utama dari pasar ekspor budaya (Negara lain). Mereka
memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menerima propaganda individualistik-konsumeristik.
Media masa memanipulasi “ sifat pemberontak” yang dimiliki oleh para pemuda
dengan cara menggunakan “ bahasa kaum muda” dan menyalurkan ( konalisasip)
ketidakpuasan mereka ke arah pembentukan waktak konsumtif yang luar biasa
dengan mengunakan produk media asing untuk mengarahkn hidup secara konsumtif.
Imperialisme budaya difokuskan kepada generasi muda sebagai pasar, dan dengan
alasan politik, yaitu untuk mencega ancaman politis yang dapat mendorong
pemberontakan individu menjadi perlawanan politis untuk melawan bentuk-bentuk
pengendalian dan pengawasan terhadap ekonomi dan budaya.
Imperialisme budaya menggantikan peran manufaktur
sebagai salah satu sumber kekayaan dan kekuatan kapitalis internasional media
masa telah dijadikan bagian integral dari system poitik dan control sisial
global , selain itu juga menjdi sember utama perolehan laba. Di antara 400
orang Amerika serikat yang terkaya, persentase perolehan kekayaan dari media
masa meningkat dari 9,5% pada tahun 1982 menjadi 18% pada tahun 1989, dan di
tahun 2016 berapa banyak orang kaya yang berada di Amerika Serikata dari hasil
media masa. Kini hamper seorang dari lima orang terkaya di Amerika Utara
memperoleh kekayaan dari media masa. Sejaka meningkatnya ekspolitasi,
ketidak-adilan, dan kemiskinan di dunia ketiga, komunikasi massa yang
dikendalikan oleh batar beroperasi untuk memgubah massa yang kritis menjadi
massa yang pasif.
Meningkatnya penetrasi media masa ke masyarakat
miskin, peningkatan investasi dan laba di perusahan-perusahan di bidan komoditi
budaya, dan membanjirnya penyajian tontonan kepada warga yang miskin tentang
petualangan dan komsumsi individual yang seoleh-olah dialami dan dinikmatinya
sendiri dengan jelas menujukkan wujud nyata ancaman imperialism-kolonialisme
budaya dewasa ini.
Televisi satelit dan media masa Indonesia,AS, Eropa dan
Amerika Latin mencegah atau menghindari penayangan dan publikasikan setiap
kritik mengenai kondisi politik-ekonomi penduduk asli dan akibat-akibat yang
ditimbukan oleh imperialism budaya baru yang secara temporet ,mengakibatkan
disorientasi dan kemandulan mobilisasi jutan rakyat miskin Amerika Latin.
Imperialisme dan politik bahasa (dari ipmerialisme
budaya) mengembangkan dua strategi yaitu mengadapi kaum muda dan membangun
hegemoni. Di satu pihak, memanipulasi (memlintir
pengertian) bahasa politk kaum muda, dan di lain pihak mengurangi dan
mematikan kepekaan khalayak ramai
terhadap pembantaian yang di lakukan oleh kekuatan Barat. Media masa Barat dan
Indonesia secara sistematik “merampas” ide dasar kaum muda, menguras habis
isinya yang asli dan mengisinya dengan materi reaksioner, misalnya, media masa
meyebut politisi yang bermaksud membangun kembali kapitalisme dan memdorong
terwujudnya ketidak adilan sebagai “reformis” atau “revolusioner” , sedangkan
lawannya diberi cap “konservatif”.
Imperialisme budaya berupa memciptakan kekacauan
atau kehancuran ideology dan disorientasi politik dengan cara memutar balikkan
arti bahasa politik. Banyak sekali orang-orang yang progresif mengalami
disorintasi karena manipulasi ideologi.
Pengikisan dan penghancuran kepekaan masyarakat
anatara lain, melalui pembuatan “video gems” tentang invasi brutal terhadap
irak, yang membuat pembantaian massal yang dilakukan oleh Negara-negara barat
menjadi kegiatan-kegiatan yang bersifat hobi yang menghibur dan dapat di terima
oleh masyarakat. Menganggap “sepele” kejahatan terhadap pri kemanusiaan dan
membuata masyarakat tidak lagi peka terhadap kepercayaan tradisionalnya, yaitu
memciptakan penderitaan bagi sesama adalah sikap dan tindakan yang salah.
Norma budaya baru memperliahatkan pribadi lebih
tinggi dari pada publik, individu lebih tinggi dari pada masyarakat, sensasi
dan kekerasan lebih menojol dari pada perjuangan sehari-hari dan realitas
social semuanya secara tepat menempatkan nilai-nilai egosentris yang meremekan
gerakan kolektif yang berupa budaya cirtra, pengalaman sesaat, kenikmatan
seksual, dan bekerja tanpa tenggang rasa yang sangat berlawanan dengan
nilai-nilai perhatian/atensi, komitmen, berbagi rasa persahabatan, dan
solidaritas.
Amerikanisasi atau Westernisasi budaya mengandung
arti memfokuskan perhatian masyarakat kepada selebritis, hal-hal yang bersifat
pribadi dan gossip pribadi bukan pada kedalaman sisial, hal-hal substantif dalam ekonomi dan kondisi manusia.
Imperialisme budaya mengalihkan perhatian rakyat dari hubungan kekuasaan dan
mengikis his bentuk kolektif gerakan masyrakat.
Imperialisme budaya menjauhkan dari kenyataan bahwa
rakyat memiliki pengalaman pribadi mengenai kesengsaraan dan ekspolitasi oleh
bank multinasional barat, kekejaman train oleh polisi dan militer yang didukung
oleh AS. Kenyataan sehari-hari tersebut yang tidak dapat diubah oleh media yang
“ menjual” mimpi atau kayalan.
“ Rekonversi” adalah penghalusan (euphemism) untuk
mengatakan “ kembali mundur” kea bad 19 yang menghapus semua tunjangan social
bagi para buruh. “ Restrukturalisasi” brarti kembali kepada spesialisasi di
bidang bahasa mentah atau transfer penghasilan dari produksi kea rah spekulasi.
“Deregulasi” berarti pengalihan kekuasan untuk mengatur perekonomian dari
Negara dengan kesejaterahan nasonal kepada perbankan internasional, yang tak
lain adalah elit kekuatan multinasional “Penyesuaian struktural” di Amerika
Latin berarti pengalihan (transfer) sumber daya kepada investor dan penyusutan
pembayaran (upah) kepada buruh.
Keretbatasan imperialism budaya dalam menipu dan
“mempesona” rakyat dapat dilihat dari program televise yang menyajikan kemewaan
sangat kontras dengan “ dapur yang tidak mengpulkan asap” .Khayalan yang
romatis dan sensual yang dijual oleh media masa rontok sirna oleh kenestapan
dan jerit kelaparan anak-anak. Pesona (iming-iming) fantasi kemewahan yang
dijual oleh media masa disapa bersih oleh proses pemiskinan yang berkepanjangan
dan kebobrokan yang luas. Contohnya dalam pertempuran di jalan-jalan, Coca-coca
malahan dijadikan bom Molotov dengan sasaran pasukan pepbela penguasa
kapitalistik. Janji kemewahan hidup menjadi pelecehan oleh mereka yang secara
konsisten menolak. Janji-janji palsu imperialism budaya menjadi objek olok-olok
yang getir dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat lain.
Lawan Imperialisme Budaya dengan melestarikan
budayamu sendiri kawan-kawan , jangan muda terpengaru dengan media nasional dan
internasonal yang mana mau menghilangkan budaya teradisonal untuk memperkaya kapitalis.
Wenas K ’’ Budaya adalah senjata pemusnah Kapitalisme”
Penulis Adalah Anggota AMP KK Bandung Jawa Barat
----------------------------------------------------------------------------
Refrensi
Hinu Endro Sayono ,Imperialisme Budaya : Peran
Strategis Birikrat Yang Korupsi ( disadur dari Prof. Dr. James Petrus)







Tidak ada komentar:
Posting Komentar