Lenin: "Melawan Musuh-musuh Mana kah?"
Di dalam gerakan buruh, perjuangan melawan musuh-musuh manakah sehingga gerakan buruh Bolsyewisme bisa berkembang, menjadi kuat dan tertempa?
Pertama-tama, dan terutama sekali dalam perjuangan melawan oportunisme, yang pada tahun 1914 secara pasti telah menjadi sosial-sovinisme, secara pasti telah memihak burjuasi dalam menentang proletariat. Sudah tentu, oportunisme adalah musuh Bolsyewisme yang paling pokok di dalam gerakan buruh. Secara internasional, oportunisme juga tetap menjadi musuh pokok. Kaum Bolsyewik mencurahkan, dan terus mencurahkan sebanyak-banyaknya perhatian terhadap musuh tersebut. Segi aktivitas kaum Bolsyewik tersebut, sekarang dikenal dengan cukup baik juga di luar negeri.
Juga, harus dikatakan tentang musuh Bolsyewisme lainnya di dalam gerakan buruh. Di luar negeri, sampai sekarang, begitu tak cukup diketahui bahwa Bolsyewisme telah tumbuh, mendapat bentuk dan tertempa dalam perjuangan yang bertahun-tahun lamanya melawan revolusionerisme burjuis kecil, yang berbau anarkisme (atau hampir menyamainya), dan yang menyelewengkan segala sesuatu yang pokok dari syarat-syarat dan kebutuhan-kebutuhan perjuangan kelas proletar yang konsekwen. Bagi kaum Marxis, sesungguhnya sudah jelas secara teori—dan pengalaman semua revolusi serta gerakan revolusioner di Eropa telah sepenuhnya memperkuat kebenarannya—bahwa pemilik kecil, majikan kecil (suatu tipe sosial yang terdapat secara luas, secara massal di banyak negeri Eropa), yang di bawah kapitalisme selalu mengalami penindasan dan, sering sekali, mengalami kemerosotan yang terlampau hebat dan cepat dalam kehidupannya, mengalami kebangkrutan, dengan mudah menjadi revolusioner ekstrim, tetapi tidak dapat memperlihatkan kesabaran organisasi, disiplin dan keteguhan. Seorang burjuis kecil yang “menjadi gila” karena kengerian-kengerian kapitalisme adalah suatu gejala sosial yang, seperti anarkisme, adalah khas bagi semua negeri kapitalis. Ketidakteguhan revolusionerisme serupa itu, kemandulan, wataknya yang sering berubah dengan cepat menjadi sikap tunduk, apatisme, khayalan, dan malahan sampai menjadi kesukaan yang “gila” terhadap suatu aliran “mode” burjuis—semua ini telah diketahui secara umum. Tetapi, pengakuan secara teori dan abstrak terhadap kebenaran-kebenaran tersebut sama sekali tidak membebaskan partai revolusioner dari kesalahan-kesalahan lama, yang selalu muncul karena alasan yang tak terduga-duga, dalam bentuk yang agak baru, dalam baju atau selubung yang belum dikenal, atau dalam situasi yang istimewa—situasi yang sedikit atau banyak istimewa.
Anarkisme
tidak jarang merupakan semacam hukuman terhadap dosa-dosa oprtunis gerakan
buruh. Kedua cacat itu saling melengkapi. Dan, walau di Rusia, sekalipun
penduduknya lebih bersifat burjuis kecil ketimbang penduduk di negeri-negeri
Eropa, anarkisme mempunyai pengaruh yang relatif paling tidak berarti dalam
persiapan-persiapan dan selama kedua revolusi Rusia (tahun 1905 dan 1917), hal
tersebut sudah tentu sebagian karena jasa Bolsyewisme, yang selalu melakukan
perjuangan tak kenal ampun dan kompromi melawan oportunisme. Aku katakan
“sebagian”, sebab peranan yang lebih penting lagi dalam melemahkan anarkisme di
Rusia dimainkan oleh kenyataan bahwa pada masa yang lampau (tahun-tahun 70-an
dari abd ke XIX) anarkisme telah mempunyai kesempatan untuk tumbuh dengan
luarbiasa suburnya dan memperlihatkan sifat yang tak berguna dan
ketidaktepatannya samasekali sebagai teori pembimbing bagi kelas revolusioner.
Pada
saat kemunculannya, pada tahun 1903, Bolsyewisme mewarisi tradisi perjuangan
yang takkenal ampun dalam melawan revolusionerisme burjuis-kecil, setengah
anarkis (atau yang suka main mata dengan anarkisme), tradisi yang selamanya ada
dalam Sosial-Demokrat revolusioner, dan perlawanan kami tersebut terutama
menjadi kuat pada tahun 1900-1903, saat landasan partai massa proletariat
revolusioner sedang diletakkan di Rusia. Bolsyewisme mewarisi dan melanjutkan
perjuangan melawan partai, yang lebih dari pada lain-lainnya, menyatakan
tendensi-tendensi revolusionerisme burjuis-kecil, yakni Partai
“Sosialis-Revolusioner”, terutama dalam hal tiga soal yang pokok. Pertama,
partai tersebut, yang menolak Marxisme, dengan keras kepala tidak mau (atau,
lebih tepat lagi kalau dikatakan: tidak mampu) mengerti keharusan
memperhitungkan secara benar-benar obyektif kekuatan-kekuatan kelas dan
hubungan-hubungan mereka satu sama lain sebelum mengadakan sesuatu aksi
politik. Kedua, partai tersebut menganggap dirinya sangat “revolusioner”, atau
“Kiri”, karena mengakui teror perseorangan hanya atas alasan berguna tidaknya.
Sedangkan orang-orang yang “secara prinsipiil” mau mencela teror dalam Revolusi
Besar Perancis—teror pada umumnya, atau teror yang dilakukan oleh partai revolusioner
yang menang, yang dikepung oleh burjuasi seluruh dunia—telah diejek dan
ditertawakan oleh Plechanov pada tahun 1900-1903, ketika dia masih seorang
Marxis dan seorang revolusioner. Ketiga, kaum “Sosialis-Revolusioner”
menganggap dirinya sangat “Kiri” untuk memperolok-olok dosa-dosa oportunis
Partai Sosial-Demokratis Jerman yang agak tidak berarti, sedangkan mereka
sendiri meniru kaum oportunis ekstrim partai tersebut, misalnya, mengenai soal
agraria, atau mengenai soal diktatur proletriat.
Sambil
lalu boleh dikatakan, bahwa sejarah sekarang telah memperkuat, dalam ukuran
sejarah secara luas (yang meliputi seluruh dunia), pendapat yang selalu kami
pertahankan, yaitu, bahwa Sosial-Demokrat Jerman yang revolusioner—catatlah
bahwa Plekhanov sudah sejak tahun 1900-1903 menuntut dipecatnya Bernstein dari
partai, dan kaum Bolsyewik yang senantiasa meneruskan tradisi ini, dalam tahun
1913 menelanjangi seluruh kejadian, kenistaan dan pengkhianatan dari Legien
[13]—pernah paling mendekati suatu partai yang dibutuhkan oleh proletariat
revolusioner dalam mencapai kemenangannya. Sekarang, dalam tahun 1920. Sesudah
semua kegagalan dan krisis yang hina pada masa perang dan pada tahun-tahun
permulaan sesudah perang, dapat dilihat dengan jelas bahwa dari semua partai di
Barat, Sosial-Demokrat revolusioner Jermanlah yang melahirkan pemimpin-pemimpin
yang terbaik, serta pulih, sembuh, dan menjadi kokoh kembali lebih cepat
daripada yang lain-lain. Ini dapat dilihat baik pada partai Spartakus [14],
maupun pada sayap Kiri proletar “Partai Sosial-Demokratis Merdeka Jerman”, yang
sedang melakukan perjuangan yang tak henti-hentinya menentang oportunisme dan
tak bertulangpunggungnya kaum Kautsky, Hilferding, Ledebour dan Crispien. Jika
kita sekarang mengadakan tinjauan secara umum pada periode sejarah yang lengkap
dan sudah selesai, yaitu periode dari Komune Paris [15] sampai pada Republik
Sovyet Sosialis yang pertama, maka kita akan melihat bahwa sikap Marxisme
terhadap anarkisme pada umumnya nampak paling tegas dan tak bisa menimbulkan
salah faham. Pada akhirnya, Marxisme terbukti benar dan, sekalipun kaum anarkis
dengan cepat menunjukkan sifat oportunisnya dalam pandangan-pandangannya
mengenai Negara, yang pernah meraja-lela di kalangan kebanyakan partai-partai
Sosialis, haruslah diterangkan, pertama, bahwa sifat oportunis tersebut
bertalian dengan pemutarbalikan, dan malahan penyembunyian dengan sengaja,
terhadap pandangan-pandangan marx mengenai negara (dalam bukuku, Negara dan
Revolusi, aku mencatat bahwa, selama 36 tahun, yakni dari tahun 1875 sampai
1911, Bebel merahasiakan surat Engels [16] yang dengan jelas, tajam, terus
terang dan tegas menelanjangi oportunisme pandangan-pandangan
Sosial-Demokratis—yang dipakai secara luas—mengenai negara); kedua, bahwa
koreksi atas pandangan-pandangan oportunis tersebut, pengakuan akan kekuasaan
Sovyet dan keunggulannya atas demokrasi burjuis parlementer, semuanya itu
dilakukan dengan lebih cepat dan luas justru dari kandungan aliran-aliran yang
paling bersifat Marxis di kalangan partai-partai Sosialis Eropa dan Amerika.
Perjuangan
yang dilakukan oleh Bolsyewisme dalam menentang penyelewengan-penyelewengan
“Kiri” di dalam Partainya sendiri memperoleh ukuran yang sangat besar sekali
dalam dua kejadian: pada tahun 1908, mengenai soal turut ambil bagian atau
tidak dalam “parlemen” (yang paling reaksioner) dan dalam kelompok-kelompok
buruh yang legal, yang dibatasi oleh undang-undang yang paling reaksioner; dan
kemudian pada tahun 1918 (Perjanjian Perdamaian Brest [17] ), mengenai apakah
“kompromi” diperbolehkan atau tidak.
Dalam
tahun 1908 kaum Bolsyewik “Kiri” dipecat dari partai kami karena mereka dengan
keras kepala tidak mau mengerti keharusan ikut serta dalam “parlemen” yang
paling reaksioner [18]. Kaum “Kiri”—di antara mereka banyak terdapat kaum
revolusioner yang baik sekali yang, kemudian, dengan kehormatan menggunakan
(dan masih menggunakan) nama anggota Partai Komunis—mendasarkan pendirian
mereka terutama sekali atas pengalaman boikot yang berhasil pada tahun 1905.
Pada saat bulan Agustus, 1905, pada saat T’sar mengumumkan diselenggarakannya
sidang “parlemen” [19], yang mempunyai kekuasaan sebagai nasehat, kaum
Bolsyewik—bertentangan dengan semua partai oposisi dan bertentangan dengan kaum
Mensyewik—menyerukan boikot terhadapnya dan, hasilnya, “parlemen” benar-benar
disapu oleh revolusi bulan Oktober, 1905 [20] . Pada waktu itu, boikot terbukti
benar, bukan karena tidak turut ambil bagian dalam parlemen-parlemen yang
reaksioner adalah tepat pada umumnya, melainkan karena kami dengan tepat
memperhitungkan situasi yang obyektif yang sedang menuju perubahan dengan
cepat—dari pemogokan-pemogokan massa, yang menjadi pemogokan politik, lalu
menjadi pemogokan revolusioner, dan kemudian menjadi pemberontakan. Lagi pula,
perjuangan pada waktu itu berpusat di sekitar soal apakah penyelenggaraan
sidang badan perwakilan yang pertama itu diserahkan kepada T’sar, atau berusaha
merebutnya dari tangan kekuasaan yang lama. Sejauh tidak ada, sejauh tidak
mungkin ada kepastian adanya situasi obyektif yang sama dan, juga, sejauh tidak
ada arah dan kecepatan perkembangannya yang sama, maka boikot tersebut menjadi
tidak tepat lagi.
Boikot
Bolsyewik terhadap “parlemen” pada tahun 1905 memperkaya proletariat
revolusioner dengan pengalaman politik yang luarbiasa berharga, yakni dapat
menunjukkan bahwa dalam perpaduan bentuk-bentuk perjuangan legal dengan ilegal,
di dalam parlemen dengan di luar parlemen, kadang-kadang berguna juga dan
malahan wajib untuk menolak bentuk-bentuk parlementer. Tetapi, sudah tentu usaha
menerapkan pengalaman tersebut dengan membuta, dengan meniru saja dan tidak
kritis pada syarat-syarat lain dan dalam situasi-situasi lain, merupakan
kekeliruan yang mahabesar. Boikot terhadap “Duma” oleh kaum Bolsyewik pada
tahun 1906 merupakan kesalahan, sekalipun merupakan kecil dan mudah dikoreksi
[*]. Boikot terhadap Duma pada tahun 1907, 1908, dan tahun-tahun berikutnya
adalah suatu kesalahan yang serius dan yang sukar diperbaiki sebab, di satu
pihak, kebangkitan yang cepat sekali menjadi pasang revolusioner dan
peralihannya menjadi suatu pemberontakan tidak dapat diharapkan dan, di pihak
lain, seluruh situasi sejarah yang bersifat pembaharuan terhadap monarki
burjuis menuntut dipadukannya aktivitas legal dengan aktivitas ilegal. Sekarang
ini, ketika kita tinjau kembali masa sejarah yang telah selesai sepenuhnya, dan
yang rangkaiannya dengan masa-masa berikutnya sudah menjadi nyata sepenuhnya,
maka menjadi semakin jelaslah bahwa kaum Bolsyewik, pada tahun 1908-1914,
kiranya tidak dapat memelihara (apalagi memperkuat, mengembangkan dan
menambahkan) inti yang teguh sebagai partai proletariat yang revolusioner
seandainya mereka tidak mempertahankan perjuangan yang paling sengit dalam
memenuhi kewajiban untuk menghubungkan bentuk-bentuk perjuangan legal dengan
ilegal, kewajiban pasti ikut serta dalam parlemen yang paling reaksioner
sekalipun dan ikut serta dalam beberapa lembaga lainnya yang dibatasi oleh
undang-undang yang reaksioner (kumpulan-kumpulan asuransi, dan sebagainya).
Pada
tahun 1918, persoalannya tidak sampai menimbulkan perpecahan. Pada waktu itu,
kaum Komunis “Kiri” [21] hanya membentuk suatu kelompok atau “faksi” khusus di
dalam Partai kami, dan tidak untuk waktu lama. Pada tahun 1918 itu juga,
wakil-wakil yang paling terkemuka dari “Komunisme Kiri”, misalnya , kawan-kawan
Radek dan Bucharin, secara umum mengakui kesalahan mereka. Mereka mengira bahwa
Perjanjian Perdamaian Brest adalah suatu kompromi dengan kaum imperialis, yang
tidak diperbolehkan (menurut prinsip) dan yang merugikan bagi partai
proletariat revolisioner. Memang, Perjanjian tersebut adalah suatu kompromi
dengan kaum imperialis tetapi, pada saat yang demikian, justru kompromi menjadi
wajib dilakukan.
Kini, saat aku mendengar serangan-serangan terhadap taktik kami pada waktu penandatanganan Perjanjian Perdamaian Brest, misalnya dari pihak kaum “Sosialis-Revolusioner”, atau ketika aku mendengar teguran yang diucapkan oleh Kawan Lansbury saat bercakap-cakap denganku—Pemimpin kami dari serikat buruh-serikat buruh Inggeris mengatakan bahwa jika bagi kaum Bolsyewik memperbolehkan mengadakan kompromi-kompromi, maka mereka boleh juga mengadakan kompromi-kompromi”—maka biasanya aku menjawab dengan pertama-tama memberikan contoh yang sederhana dan “populer”. Bayangkan bahwa mobil saudara dijegal oleh bandit-bandit yang bersenjata. Saudara menyerahkan uang, pistol dan mobil saudara kepada mereka. Sebagai gantinya, bebas dan bertetangga baik dengan bandit-bandit itu. Itu tak dapat disangkal lagi, suatu kompromi. “Do ut des” (“saya memberikan” padamu uang, senjata, mobil, “supaya kau memberikan” pada saya kesempatan untuk pergi dengan selamat). Tetapi akan sukarlah untuk menemukan seorang yang berfikiran waras yang akan menyatakan bahwa kompromi seperti itu sebagai yang “tidak diperbolehkan menurut prinsip”, atau yang menyatakan bahwa orang yang mengadakan kompromi itu adalah sekutu bandit-bandit tersebut (sekalipun bandit-bandit itu dapat mempergunakan mobil dan senjata tadi untuk melakukan perampokan perampokan baru). Kompromi kami dengan bandit-bandit imperialis Jerman adalah kompromi semacam itu.
Kini, saat aku mendengar serangan-serangan terhadap taktik kami pada waktu penandatanganan Perjanjian Perdamaian Brest, misalnya dari pihak kaum “Sosialis-Revolusioner”, atau ketika aku mendengar teguran yang diucapkan oleh Kawan Lansbury saat bercakap-cakap denganku—Pemimpin kami dari serikat buruh-serikat buruh Inggeris mengatakan bahwa jika bagi kaum Bolsyewik memperbolehkan mengadakan kompromi-kompromi, maka mereka boleh juga mengadakan kompromi-kompromi”—maka biasanya aku menjawab dengan pertama-tama memberikan contoh yang sederhana dan “populer”. Bayangkan bahwa mobil saudara dijegal oleh bandit-bandit yang bersenjata. Saudara menyerahkan uang, pistol dan mobil saudara kepada mereka. Sebagai gantinya, bebas dan bertetangga baik dengan bandit-bandit itu. Itu tak dapat disangkal lagi, suatu kompromi. “Do ut des” (“saya memberikan” padamu uang, senjata, mobil, “supaya kau memberikan” pada saya kesempatan untuk pergi dengan selamat). Tetapi akan sukarlah untuk menemukan seorang yang berfikiran waras yang akan menyatakan bahwa kompromi seperti itu sebagai yang “tidak diperbolehkan menurut prinsip”, atau yang menyatakan bahwa orang yang mengadakan kompromi itu adalah sekutu bandit-bandit tersebut (sekalipun bandit-bandit itu dapat mempergunakan mobil dan senjata tadi untuk melakukan perampokan perampokan baru). Kompromi kami dengan bandit-bandit imperialis Jerman adalah kompromi semacam itu.
Akan
tetapi, ketika kaum Mensyewik dan kaum sosialis revolusioner di Rusia,
Scheidermann-Scheidermann (dan sebagian besar Kautsky-Kautsky) di Jerman, Otto
Bauer dan Friedrich Adler (tidak usah dikata lagi tentang Tuan-Tuan Renner
& Co) di Austria, Renaudel-Renaudel dan Longuet-Longuet & Co di
Perancis, kaum Fabian, kaum “Merdeka” dan kaum “Partai Buruh” (kaum “Labouris”
[22] di Inggeris, dalam tahun 1914 – 1918 dan dalam tahun 1918 – 1920 mengadakan
kompromi-kompromi dengan bandit-bandit burjuasi “Sekutu”, menentang proletariat
revolusioner negeri-negeri mereka sendiri maka, pada saat itu, semua tuan-tuan
ini adalah memang berbuat sebagai sekutu bagi banditisme.
Kesimpulannya
jelas: menolak kompromi “menurut prinsip”, menolak diperkenankannya kompromi
apapun secara umum, tak pandang bagaimana macamnya, adalah kekanak-kanakan,
yang bahkan sukar untuk dipandang secara serius. Seorang politikus yang ingin
berguna bagi proletariat revolusioner harus pandai membedakan justru kejadian
konkrit kompromi-kompromi yang tidak diperbolehkan, yang di dalamnya terkandung
oportunisme dan pengkhianatan, dan mengarahkan semua kekuatan kritik, semua
ujung tombak penelanjangan yang tak kenal belas kasihan dan perang yang tak
kenal ampun terhadap kompromi-kompromi yang konkrit itu. Jangan memberi
kesempatan pada ahli-ahli Sosialisme yang “terlalu praktis” dan Jesuit-Jesuit
parlementer yang telah banyak “makan garam” , yang menghindarkan diri dan
menyelinap dari tanggungjawab terhadap omongan-omongan tentang “kompromi pada
umumnya”. Justru dengan cara tersebut, Tuan-Tuan “pemimpin” serikat
buruh-serikat buruh Inggeris, begitu juga perkumpulan Fabian dan Partai Buruh
“Merdeka”, mengelakkan diri dari tanggungjawab atas pengkhianatan yang telah
mereka lakukan, karena justru telah mengadakan kompromi yang benar-benar
merupakan semacam oportunisme dan pengkhianatan yang paling jahat.
Kompromi
dan kompromi. Orang harus pandai menganalisa situasi dan syarat-syarat konkrit
dari tiap kompromi, atau tiap variasi kompromi. Kita harus belajar membedakan
orang yang memberikan uang dan senjata kepada gerombolan bandit agar bisa
memperkecil kerugian yang dapat mereka timbulkan dan mempermudah urusan
menangkap dan menghukum mati mereka, dengan orang yang memberikan uang dan
senjata untuk ikut serta dalam pembagian barang-barang yang dirampok. Dalam
politik, hal tersebut sekali-kali tidak selalu semudah seperti dalam contoh
kekanak-kanakan yang sederhana tersebut. Tetapi, seseorang yang bermaksud
mereka-reka (bagi kaum buruh) suatu resep yang seolah-olah dapat memberikan
persediaan pemecahan-pemecahan yang sudah siap bagi semua kejadian dalam
kehidupan, atau yang menjanjikan bahwa bahwa politik proletariat revolusioner
tidak akan menjumpai kesulitan-kesulitan apapun dan situasi-situasi apapun yang
ruwet, semata-mata akan menjadi seorang dukun gadungan.
Agar
tidak memberikan kemungkinan untuk salah tafsir, aku akan mencoba menggambarkan
dalam garis besar—sekalipun hanya dengan singkat sekali—beberapa ketentuan yang
pokok untuk menganalisa kompromi-kompromi yang konkrit.
Partai yang mengadakan kompromi dengan kaum imperialis Jerman—dengan menandatangani Perjanjian Perdamaian Brest—telah mulai mengolah internasionalismenya dalam tindak nyata sejak penghabisan tahun 1914. Partai tersebut tidak takut untuk menyerukan dikalahkannya monarki T’sar dan tak takut untuk mengutuk “pembelaan tanah air” dalam peperangan antara dua binatang buas imperialis. Wakil-wakil petani tersebut, dalam parlemen, lebih suka menempuh jalan menuju Siberia ketimbang jalan menuju jabatan-jabatan menteri dalam pemerintah burjuis. Revolusi yang menggulingkan T’sarisme dan mendirikan republik demokratis menghadapkan partai tersebut pada suatu ujian baru yang berat: partai tersebut tidak mengadakan persetujuan-persetujuan apapun dengan imperialisnya “sendiri”, melainkan telah mempersiapkan dan akan melaksanakan penggulingan imperialis. Sesudah merebut kekuasaan politik, partai tersebut menghancurleburkan samasekali milik tuan tanah maupun kapitalis. Sesudah mengumumkan dan membatalkan perjanjian-perjanjian rahasia kaum imperialis, partai tersebut mengusulkan perdamaian kepada semua Rakyat, yang tunduk pada kekerasan binatang-binatang buas Brest baru sesudah kaum imperialis Inggeris-Perancis menggagalkan usaha mengadakan perdamaian. Dan, kaum Bolsyewik melakukan segala apa yang mungkin menurut kesanggupan manusia guna mempercepat revolusi di Jerman dan di negeri-negeri lainnya. Bahwa kompromi yang semacam itu, yang dilakukan oleh partai serupa itu, dan dalam keadaan yang demikian rupa, adalah benar sekali, dari hari ke haari menjadi semakin terang dan jelas bagi setiap orang.
Partai yang mengadakan kompromi dengan kaum imperialis Jerman—dengan menandatangani Perjanjian Perdamaian Brest—telah mulai mengolah internasionalismenya dalam tindak nyata sejak penghabisan tahun 1914. Partai tersebut tidak takut untuk menyerukan dikalahkannya monarki T’sar dan tak takut untuk mengutuk “pembelaan tanah air” dalam peperangan antara dua binatang buas imperialis. Wakil-wakil petani tersebut, dalam parlemen, lebih suka menempuh jalan menuju Siberia ketimbang jalan menuju jabatan-jabatan menteri dalam pemerintah burjuis. Revolusi yang menggulingkan T’sarisme dan mendirikan republik demokratis menghadapkan partai tersebut pada suatu ujian baru yang berat: partai tersebut tidak mengadakan persetujuan-persetujuan apapun dengan imperialisnya “sendiri”, melainkan telah mempersiapkan dan akan melaksanakan penggulingan imperialis. Sesudah merebut kekuasaan politik, partai tersebut menghancurleburkan samasekali milik tuan tanah maupun kapitalis. Sesudah mengumumkan dan membatalkan perjanjian-perjanjian rahasia kaum imperialis, partai tersebut mengusulkan perdamaian kepada semua Rakyat, yang tunduk pada kekerasan binatang-binatang buas Brest baru sesudah kaum imperialis Inggeris-Perancis menggagalkan usaha mengadakan perdamaian. Dan, kaum Bolsyewik melakukan segala apa yang mungkin menurut kesanggupan manusia guna mempercepat revolusi di Jerman dan di negeri-negeri lainnya. Bahwa kompromi yang semacam itu, yang dilakukan oleh partai serupa itu, dan dalam keadaan yang demikian rupa, adalah benar sekali, dari hari ke haari menjadi semakin terang dan jelas bagi setiap orang.
Kaum
Mensyewik dan kaum Sosialis-Revolusioner di Rusia—seperti semua gembong
internasionale II di seluruh dunia pada tahun 1914-192—mulai melakukan
pengkhianatan, dengan membenarkan secara langsung atau tidak langsung,
“pembelaan terhadap tanahair”, yakni pembelaan terhadap burjuasi perampok
mereka sendiri. Mereka adakan koalisi dengan burjuasi negeri mereka sendiri dan
berjuang bersama-sama dengan burjuasi mereka sendiri melawan proletariat
revolusioner negeri mereka sendiri. Blok mereka, mula-mula dengan Kerenski dan
kaum Kadet-kadet [23] , kemudian dengan Koltjak dan Denikin di Rusia, seperti
juga blok mereka yang sepaham di luarnegeri, yang bekerjasama dengan burjuasi
negeri mereka masing-masing, dan hal itu merupakan suatu penyeberangan ke pihak
burjuasi untuk menentang proletariat. Dari awal sampai akhir, kompromi mereka
dengan bandit-bandit imperialisme terletak pada kenyataan bahwa mereka
menjadikan diri mereka sendiri peserta-peserta dalam banditisme imperialis.
_________
[*]
Apa yang belaku pada orang-orang berlaku juga—dengan perbedaan-perbedaan yang
sewajarnya—pada politik dan partai-partai: Yang diminta bukanlah orang yang tak
pernah membuat kesalahan-kesalahan. Tidak ada dan tidak mungkin ada orang yang
serupa itu. Yang pintar: orang yang membuat kesalahan-kesalahan yang tidak
sangat esensiil dan yang pandai membetulkan kesalahan-kesalahan itu dengan
mudah serta cepat.Lenin.







Tidak ada komentar:
Posting Komentar