Kronologi Pembubaran Acara Hari Kebebasan Pers Internasional di AJI Yogyakarta
![]() |
| Suasana Pada Saat Polisi bersama FKPPI menyerang dan membubarkan acara peringatan hari pers internasional di AJI yogyakarta. |
Acara
World Press Freedom Day 2016 dan Pemutaran Film "Pulau Buru Tanah Air
Beta" di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta
dibubarkan oleh polisi dan massa FKPPI DIY. Acara digelar pada Selasa malam, 3
Mei 2016. Acara itu dihadiri oleh seratusan jurnalis dan aktivis gerakan
masyarakat sipil dan budayawan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berikut kronologi kejadian
terkait acara tersebut :
I. Selasa pukul 08.00 s.d.
09.00 WIB, AJI Yogyakarta mengirimkan surat undangan resmi kepada Kapolda DIY
Brigjend Polisi Prasta Wahyu Hidayat dan Kapolresta Yogyakarta, Prihartono
Eling Lelakon, agar datang di acara World Press Freedom Day.
II. Sekitar pukul 14.00
WIB, ada sejumlah Polisi Intel dari Polsek Umbulharjo untuk menanyakan acara
yang akan digelar AJI Yogyakarta. Saat itu, ada salah satu panitia acara, yang
kebetulan melakukan liputan, bertemu dengan Kapolresta Yogyakarta, Prihartono
Eling Lelakon dan Kepala Bidang Humas Polda DIY, AKBP Anny Pudjiastuti. Dia
menjelaskan sudah mengantarkan undangan dan mengundang Kapolresta Yogyakarta
dan Kapolda DIY. Prihartono bilang, yang akan datang ke acara itu ialah Kasat
Intelkam Polresta Yogyakarta, Kompol Wahyu Dwi Nugroho. Adapun Anny menyatakan
belum tahu yang akan hadir mewakili Polda DIY.
III. Sekitar pukul 17.10
WIB, panitia mulai mempersiapkan perlengkapan acara. Saat itulah, ada sekitar tujuh
polisi berpakaian preman dari Polsek Umbulharjo dan Polresta Yogyakarta serta
anggota Koramil Umbulharjo mendatangi lokasi acara di Kantor AJI Yogyakarta.
Rombongan itu dipimpin Kasatintelkam Polresta Yogyakarta, Kompol Wahyu Dwi
Nugroho.
Mereka menanyakan izin
kegiatan yang digelar AJI Yogyakarta. Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria dan
Anggota Majelis Etik AJI Yogyakarta, Bambang Muryanto, menemui mereka. Anang
menyatakan ke mereka, acara ini rutin tahunan dan Panitia sudah mengirimkan
undangan kepada Kapolda DIY dan Kapolresta Yogyakarta. AJI Yogyakarta
menganggap undangan itu cukup sebagai pemberitahuan. Akan tetapi, rombongan
polisi mengatakan undangan beda dengan pemberitahuan.
III. Negosiasi antara
panitia acara dari AJI Yogyakarta dengan sekitar tujuh polisi berlangsung alot.
Negosiasi berlangsung sampai pukul 18.48 WIB. Panitia acara dari AJI Yogyakarta
terus berupaya meyakinkan rombongan polisi bahwa film "Pulau Buru Tanah
Air Beta" adalah film dokumenter dan merupakan produk jurnalistik. Akan
tetapi, Kompol Wahyu Dwi Nugroho (Kasatintelkam Polresta Yogyakarta) mengatakan
ada sejumlah kelompok yang tidak setuju dengan pemutaran film tersebut di AJI
Yogyakarta. Dia minta film itu tidak diputar dan diganti dengan film lainnya.
Pihak AJI Yogyakarta
menolak permintaan itu. Alasannya, kalau film itu tidak diputar, esensi acara
peringatan World Press Freedom Day hilang sebab pelarangan itu mengingkari
prinsip dasar kebebasan pers.
Selain polisi Polresta
Yogyakarta, komandan Koramil Umbulharjo dan Kapolsek Umbulharjo terus meminta
agar acara pemutaran film di AJI Yogyakarta dibatalkan. Padahal AJI Yogyakarta
dan kawan-kawan jaringan sudah menjelaskan materi film yang akan di putar
bahkan mengajak Polri, Ormas untuk ikut menonton bersama.
Sebagai catatan, di sela
negosiasi, salah satu anggota AJI Yogyakarta memergoki Kompol Wahyu Dwi Nugroho
(Kasatintelkam Polresta Yogyakarta) ditelpon orang berseragam FKPPI. Ini
terlihat dari nama panggilan masuk di layar telepon genggam milik Kompol Wahyu
Dwi Nugroho.
IV. Negosiasi berhenti pada
pukul 18.48 WIB karena rombongan dari Polresta Yogyakarta berkoordinasi via
telpon dengan Polda DIY.
V. Acara dibuka pada pukul
18.50 WIB. Acara dimulai dengan pidato pembukaan yang disampaikan oleh Ketua
AJI Yogyakarta, Anang Zakaria. Anang sekaligus membacakan laporan kebebasan
Pers di DIY Tahun 2016. Saat itu, Kompol Wahyu Dwi Nugroho (Kasatintelkam
Polresta Yogyakarta) sekali lagi minta kepada salah satu panitia untuk
menghentikan acara.
VII. Pada pukul 19.04 WIB,
seseorang yang mengaku Camat Umbulharjo mendatangi lokasi acara dan meminta
acara dibubarkan. Saat itu pihak perwakilan Polresta Yogyakarta masih
berkoordinasi via telpon dengan Polda DIY.
VIII. Pada pukul 19.09 WIB
acara pembukaan dilanjutkan dengan pentas musik dari grup band Agoni.
IX. Pada pukul 19.28 WIB,
rombongan yang dipimpin oleh Kepala Bagian Operasional Polresta Yogyakarta,
Kompol Sigit Haryadi, datang ke lokasi acara. Dia dengan tiba-tiba memasuki
lokasi acara dan mencari-cari penanggung jawab acara. Tanpa meminta izin dengan
sopan, dia tiba-tiba masuk ke dalam Kantor AJI Yogyakarta. Saat ditemui panitia
acara, Sigit lalu dengan emosional menyatakan acara harus dibubarkan.
"Kapolda DIY memerintahkan kegiatan ini harus dibubarkan," kata dia
dengan suara keras. Sigit, sebelumnya, di tahun 2014 lalu, juga pernah melarang
AJI Yogyakarta memutar film Senyap.
Negosiasi antara Panitia
Acara dari AJI Yogyakarta dengan Sigit berlangsung emosional. Saat itu, para
aktivis LBH Yogyakarta dan aktivis gerakan masyarakat sipil lainnya
mempertanyakan sikap kasar Sigit. Di tengah perdebatan keras itu, Sigit pergi
meninggalkan ruangan. Pada pukul 19.46 WIB, sebagai bentuk solidaritas,
seratusan hadirin berdiri dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
X. Pada pukul 19.52 WIB,
sekitar 20-an massa yang sebagian memakai seragam FKPPI (Forum Komunikasi Putra
Putri Purnawirawan dan Putra-putri TNI Polri) mendatangi lokasi acara. Mereka
ditemani oleh pendiri Front Anti Komunis Indonesia (FAKI), Burhanudin.
Massa yang datang itu mengatasnamakan Ormas FKPPI DIY. Sejak kedatangan massa ini, situasi mulai ricuh karena mereka meneriaki peserta acara agar membubarkan diri. Seperti, "Kalau tidak bisa dibina, diratakan wae." atau "Ngeyel difisik.", "Bubarkan propaganda komunis!" dan lain sebagainya. Selain itu, Edo selaku Pendamping Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta yang ada di lokasi dikatakan, “iki wong mana?” atau “Ini orang mana” oleh pihak ormas yang berada di belakang Kompol SIgit. Edo menimpali bahwa hal tersebut merupakan “rasisme”.
Massa yang datang itu mengatasnamakan Ormas FKPPI DIY. Sejak kedatangan massa ini, situasi mulai ricuh karena mereka meneriaki peserta acara agar membubarkan diri. Seperti, "Kalau tidak bisa dibina, diratakan wae." atau "Ngeyel difisik.", "Bubarkan propaganda komunis!" dan lain sebagainya. Selain itu, Edo selaku Pendamping Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta yang ada di lokasi dikatakan, “iki wong mana?” atau “Ini orang mana” oleh pihak ormas yang berada di belakang Kompol SIgit. Edo menimpali bahwa hal tersebut merupakan “rasisme”.
XI. Pada pukul 20.11 WIB,
satu truk polisi mendekat ke lokasi acara.
Solidaritas kawan-kawan bertahan dan tidak tunduk pada intimidasi yg dilakukan polisi dan ormas.
Solidaritas kawan-kawan bertahan dan tidak tunduk pada intimidasi yg dilakukan polisi dan ormas.
XII. Pada pukul 20.14 WIB,
Kepala Bagian Operasional Polresta Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi mengatakan,
"Kawan-kawan tamu yang diundang, silakan pergi meninggalkan tempat. Saya
tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi setelah ini."Setelah massa itu
datang, Sigit menggunakan momentum itu untuk meminta dengan intimidatif kepada
panitia agar acara dibubarkan. "Kalau rekan-rekan mencintai Yogyakarta
tolong hentikan, saya tidak mau ada konflik fisik. Tidak ada faktor X, saya
hanya ingin kondusif. Mari kita angkat city of tolerance. Kami sarankan
kegiatan untuk dihentikan," kata Sigit kepada hadirin.
Sigit juga menyatakan
kegiatan di AJI Yogyakarta mengganggu ketentraman warga. "Kegiatan ini
harus dibubarkan," kata dia. Seruan Sigit diprotes hadirin. Protes itu
dibalas oleh massa FKPPI DIY dengan makian kata-kata kotor. Di tengah kericuhan
itu, Ketua RT Pakel Baru (tempat kantor AJI Yogyakarta berada) dan Lurah
Sorosutan menengahi perdebatan. Ketua RT bilang, kegiatan di AJI Yogyakarta
harus dihentikan. Alasannya, meski dimintai izin, dia tidak menerima penjelasan
soal materi film. Salah satu polisi juga sempat menyerahkan surat pernyataan
Ketua RW VIII Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Surat
itu meminta acara dibubarkan dan tidak berizin serta bisa memunculkan konflik.
XII. Karena perdebatan
mengarah ke situasi yang semakin emosional, Ketua AJI Yogyakarta, Anang
Zakaria, minta agar pihak kepolisian yang secara resmi membubarkan acara.
"Tapi, harus dengan surat resmi!" kata Anang. Kabag Operasional
Polresta Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi, kemudian membubarkan acara secara
lisan. Dia menyatakan meminta kegiatan di AJI Yogyakarta dihentikan karena
berpotensi menimbulkan konflik. "Saya tidak mau ada konflik fisik,"
kata dia.
Di tengah negosiasi itu,
panitia acara ditelpon anggota Dewan Pers, Nezar Patria. Telpon itu lalu
diberikan kepada Kompol Wahyu Dwi Nugroho (Kasatintelkam Polresta Yogyakarta).
Nezar menyatakan kepada polisi itu bahwa pelarangan acara di AJI Yogyakarta
tidak perlu dilakukan. Nezar minta acara tetap dijalankan.
Kompol Sigit Haryadi
kemudian meminta Ketua RW membuat surat keberatan warga atas acara WPFD 2016
yang diselenggarakan AJI Yogyakarta yang isinya acara AJI Yogyakarta membuat
warga cemas dan mengganggu ketertiban masyarakat. Atas permintaan itu, ketua RW
akhirnya membuat surat pernyataan keberatan dengan tanda tangan dan stempel RW.
XIII. Pada pukul 20.30 WIB,
panitia secara resmi menutup acara. Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria,
menutup acara tersebut dengan menyatakan, "Kita telah melawan ketakutan.
Hasil hari ini bukan kekalahan. Karena ketakutan hanya akan memperpanjang
perbudakan."
Ada beberapa alasan yang
membuat AJI Yogyakarta menghentikan perayaan Hari Pers Internasional di
Yogyakarta:
1. Atas kehendak Ormas
FKKPI dan FAKI polisi akhirnya memprovokasi warga untuk membenturkannya dengan
peserta peringatan hari pers internasional.
2. Selain itu, karena pihak
kepolisian tidak mau mengamankan peringatan hari pers internasional di AJI
Yogyakarta.
Acara diakhiri dengan
menyanyikan lagu Indonesia Raya dan lagu Darah Juang.
Setelah acara ditutup,
solidaritas kawan-kawan masyarakat sipil, mahasiswa, pekerja seni dan budayawan
masih dilakukan di AJI Jogja. Beberapa anggota Ormas FKPPI meninggalkan lokasi,
namun beberapa anggota ormas masih berada di sekitaran Wisma Melati dan jalan
Pakel Baru. Kawan-kawan pulang di kawal polisi (Brimob) bersenjata lengkap.
Yogyakarta, 3 Mei 2016
Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Yogyakarta
Narahubung: Anang Zakaria
(0813532974Kronologi Pembubaran Acara Hari Kebebasan Pers Internasional di AJI
Yogyakarta
Acara World Press Freedom
Day 2016 dan Pemutaran Film "Pulau Buru Tanah Air Beta" di Kantor
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta dibubarkan oleh polisi dan massa
FKPPI DIY. Acara digelar pada Selasa malam, 3 Mei 2016. Acara itu dihadiri oleh
seratusan jurnalis dan aktivis gerakan masyarakat sipil dan budayawan di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Berikut kronologi kejadian
terkait acara tersebut :
I. Selasa pukul 08.00 s.d.
09.00 WIB, AJI Yogyakarta mengirimkan surat undangan resmi kepada Kapolda DIY
Brigjend Polisi Prasta Wahyu Hidayat dan Kapolresta Yogyakarta, Prihartono
Eling Lelakon, agar datang di acara World Press Freedom Day.
II. Sekitar pukul 14.00
WIB, ada sejumlah Polisi Intel dari Polsek Umbulharjo untuk menanyakan acara
yang akan digelar AJI Yogyakarta. Saat itu, ada salah satu panitia acara, yang
kebetulan melakukan liputan, bertemu dengan Kapolresta Yogyakarta, Prihartono
Eling Lelakon dan Kepala Bidang Humas Polda DIY, AKBP Anny Pudjiastuti. Dia
menjelaskan sudah mengantarkan undangan dan mengundang Kapolresta Yogyakarta
dan Kapolda DIY. Prihartono bilang, yang akan datang ke acara itu ialah Kasat
Intelkam Polresta Yogyakarta, Kompol Wahyu Dwi Nugroho. Adapun Anny menyatakan
belum tahu yang akan hadir mewakili Polda DIY.
III. Sekitar pukul 17.10
WIB, panitia mulai mempersiapkan perlengkapan acara. Saat itulah, ada sekitar
tujuh polisi berpakaian preman dari Polsek Umbulharjo dan Polresta Yogyakarta
serta anggota Koramil Umbulharjo mendatangi lokasi acara di Kantor AJI
Yogyakarta. Rombongan itu dipimpin Kasatintelkam Polresta Yogyakarta, Kompol
Wahyu Dwi Nugroho.
Mereka menanyakan izin
kegiatan yang digelar AJI Yogyakarta. Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria dan
Anggota Majelis Etik AJI Yogyakarta, Bambang Muryanto, menemui mereka. Anang
menyatakan ke mereka, acara ini rutin tahunan dan Panitia sudah mengirimkan
undangan kepada Kapolda DIY dan Kapolresta Yogyakarta. AJI Yogyakarta
menganggap undangan itu cukup sebagai pemberitahuan. Akan tetapi, rombongan
polisi mengatakan undangan beda dengan pemberitahuan.
III. Negosiasi antara
panitia acara dari AJI Yogyakarta dengan sekitar tujuh polisi berlangsung alot.
Negosiasi berlangsung sampai pukul 18.48 WIB. Panitia acara dari AJI Yogyakarta
terus berupaya meyakinkan rombongan polisi bahwa film "Pulau Buru Tanah
Air Beta" adalah film dokumenter dan merupakan produk jurnalistik. Akan
tetapi, Kompol Wahyu Dwi Nugroho (Kasatintelkam Polresta Yogyakarta) mengatakan
ada sejumlah kelompok yang tidak setuju dengan pemutaran film tersebut di AJI
Yogyakarta. Dia minta film itu tidak diputar dan diganti dengan film lainnya.
Pihak AJI Yogyakarta
menolak permintaan itu. Alasannya, kalau film itu tidak diputar, esensi acara
peringatan World Press Freedom Day hilang sebab pelarangan itu mengingkari
prinsip dasar kebebasan pers.
Selain polisi Polresta
Yogyakarta, komandan Koramil Umbulharjo dan Kapolsek Umbulharjo terus meminta
agar acara pemutaran film di AJI Yogyakarta dibatalkan. Padahal AJI Yogyakarta
dan kawan-kawan jaringan sudah menjelaskan materi film yang akan di putar
bahkan mengajak Polri, Ormas untuk ikut menonton bersama.
Sebagai catatan, di sela
negosiasi, salah satu anggota AJI Yogyakarta memergoki Kompol Wahyu Dwi Nugroho
(Kasatintelkam Polresta Yogyakarta) ditelpon orang berseragam FKPPI. Ini terlihat
dari nama panggilan masuk di layar telepon genggam milik Kompol Wahyu Dwi
Nugroho.
IV. Negosiasi berhenti pada
pukul 18.48 WIB karena rombongan dari Polresta Yogyakarta berkoordinasi via
telpon dengan Polda DIY.
V. Acara dibuka pada pukul
18.50 WIB. Acara dimulai dengan pidato pembukaan yang disampaikan oleh Ketua
AJI Yogyakarta, Anang Zakaria. Anang sekaligus membacakan laporan kebebasan
Pers di DIY Tahun 2016. Saat itu, Kompol Wahyu Dwi Nugroho (Kasatintelkam
Polresta Yogyakarta) sekali lagi minta kepada salah satu panitia untuk
menghentikan acara.
VII. Pada pukul 19.04 WIB,
seseorang yang mengaku Camat Umbulharjo mendatangi lokasi acara dan meminta
acara dibubarkan. Saat itu pihak perwakilan Polresta Yogyakarta masih
berkoordinasi via telpon dengan Polda DIY.
VIII. Pada pukul 19.09 WIB
acara pembukaan dilanjutkan dengan pentas musik dari grup band Agoni.
IX. Pada pukul 19.28 WIB,
rombongan yang dipimpin oleh Kepala Bagian Operasional Polresta Yogyakarta,
Kompol Sigit Haryadi, datang ke lokasi acara. Dia dengan tiba-tiba memasuki
lokasi acara dan mencari-cari penanggung jawab acara. Tanpa meminta izin dengan
sopan, dia tiba-tiba masuk ke dalam Kantor AJI Yogyakarta. Saat ditemui panitia
acara, Sigit lalu dengan emosional menyatakan acara harus dibubarkan.
"Kapolda DIY memerintahkan kegiatan ini harus dibubarkan," kata dia
dengan suara keras. Sigit, sebelumnya, di tahun 2014 lalu, juga pernah melarang
AJI Yogyakarta memutar film Senyap.
Negosiasi antara Panitia
Acara dari AJI Yogyakarta dengan Sigit berlangsung emosional. Saat itu, para
aktivis LBH Yogyakarta dan aktivis gerakan masyarakat sipil lainnya
mempertanyakan sikap kasar Sigit. Di tengah perdebatan keras itu, Sigit pergi
meninggalkan ruangan. Pada pukul 19.46 WIB, sebagai bentuk solidaritas, seratusan
hadirin berdiri dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
X. Pada pukul 19.52 WIB,
sekitar 20-an massa yang sebagian memakai seragam FKPPI (Forum Komunikasi Putra
Putri Purnawirawan dan Putra-putri TNI Polri) mendatangi lokasi acara. Mereka
ditemani oleh pendiri Front Anti Komunis Indonesia (FAKI), Burhanudin.
Massa yang datang itu mengatasnamakan Ormas FKPPI DIY. Sejak kedatangan massa ini, situasi mulai ricuh karena mereka meneriaki peserta acara agar membubarkan diri. Seperti, "Kalau tidak bisa dibina, diratakan wae." atau "Ngeyel difisik.", "Bubarkan propaganda komunis!" dan lain sebagainya. Selain itu, Edo selaku Pendamping Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta yang ada di lokasi dikatakan, “iki wong mana?” atau “Ini orang mana” oleh pihak ormas yang berada di belakang Kompol SIgit. Edo menimpali bahwa hal tersebut merupakan “rasisme”.
Massa yang datang itu mengatasnamakan Ormas FKPPI DIY. Sejak kedatangan massa ini, situasi mulai ricuh karena mereka meneriaki peserta acara agar membubarkan diri. Seperti, "Kalau tidak bisa dibina, diratakan wae." atau "Ngeyel difisik.", "Bubarkan propaganda komunis!" dan lain sebagainya. Selain itu, Edo selaku Pendamping Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta yang ada di lokasi dikatakan, “iki wong mana?” atau “Ini orang mana” oleh pihak ormas yang berada di belakang Kompol SIgit. Edo menimpali bahwa hal tersebut merupakan “rasisme”.
XI. Pada pukul 20.11 WIB,
satu truk polisi mendekat ke lokasi acara.
Solidaritas kawan-kawan bertahan dan tidak tunduk pada intimidasi yg dilakukan polisi dan ormas.
Solidaritas kawan-kawan bertahan dan tidak tunduk pada intimidasi yg dilakukan polisi dan ormas.
XII. Pada pukul 20.14 WIB,
Kepala Bagian Operasional Polresta Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi mengatakan,
"Kawan-kawan tamu yang diundang, silakan pergi meninggalkan tempat. Saya
tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi setelah ini."Setelah massa itu
datang, Sigit menggunakan momentum itu untuk meminta dengan intimidatif kepada
panitia agar acara dibubarkan. "Kalau rekan-rekan mencintai Yogyakarta
tolong hentikan, saya tidak mau ada konflik fisik. Tidak ada faktor X, saya
hanya ingin kondusif. Mari kita angkat city of tolerance. Kami sarankan
kegiatan untuk dihentikan," kata Sigit kepada hadirin.
Sigit juga menyatakan
kegiatan di AJI Yogyakarta mengganggu ketentraman warga. "Kegiatan ini
harus dibubarkan," kata dia. Seruan Sigit diprotes hadirin. Protes itu
dibalas oleh massa FKPPI DIY dengan makian kata-kata kotor. Di tengah kericuhan
itu, Ketua RT Pakel Baru (tempat kantor AJI Yogyakarta berada) dan Lurah
Sorosutan menengahi perdebatan. Ketua RT bilang, kegiatan di AJI Yogyakarta
harus dihentikan. Alasannya, meski dimintai izin, dia tidak menerima penjelasan
soal materi film. Salah satu polisi juga sempat menyerahkan surat pernyataan
Ketua RW VIII Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Surat
itu meminta acara dibubarkan dan tidak berizin serta bisa memunculkan konflik.
XII. Karena perdebatan
mengarah ke situasi yang semakin emosional, Ketua AJI Yogyakarta, Anang
Zakaria, minta agar pihak kepolisian yang secara resmi membubarkan acara.
"Tapi, harus dengan surat resmi!" kata Anang. Kabag Operasional
Polresta Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi, kemudian membubarkan acara secara
lisan. Dia menyatakan meminta kegiatan di AJI Yogyakarta dihentikan karena
berpotensi menimbulkan konflik. "Saya tidak mau ada konflik fisik,"
kata dia.
Di tengah negosiasi itu,
panitia acara ditelpon anggota Dewan Pers, Nezar Patria. Telpon itu lalu
diberikan kepada Kompol Wahyu Dwi Nugroho (Kasatintelkam Polresta Yogyakarta).
Nezar menyatakan kepada polisi itu bahwa pelarangan acara di AJI Yogyakarta tidak
perlu dilakukan. Nezar minta acara tetap dijalankan.
Kompol Sigit Haryadi
kemudian meminta Ketua RW membuat surat keberatan warga atas acara WPFD 2016
yang diselenggarakan AJI Yogyakarta yang isinya acara AJI Yogyakarta membuat
warga cemas dan mengganggu ketertiban masyarakat. Atas permintaan itu, ketua RW
akhirnya membuat surat pernyataan keberatan dengan tanda tangan dan stempel RW.
XIII. Pada pukul 20.30 WIB,
panitia secara resmi menutup acara. Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria,
menutup acara tersebut dengan menyatakan, "Kita telah melawan ketakutan.
Hasil hari ini bukan kekalahan. Karena ketakutan hanya akan memperpanjang
perbudakan."
Ada beberapa alasan yang
membuat AJI Yogyakarta menghentikan perayaan Hari Pers Internasional di
Yogyakarta:
1. Atas kehendak Ormas
FKKPI dan FAKI polisi akhirnya memprovokasi warga untuk membenturkannya dengan
peserta peringatan hari pers internasional.
2. Selain itu, karena pihak
kepolisian tidak mau mengamankan peringatan hari pers internasional di AJI
Yogyakarta.
Acara diakhiri dengan
menyanyikan lagu Indonesia Raya dan lagu Darah Juang.
Setelah acara ditutup,
solidaritas kawan-kawan masyarakat sipil, mahasiswa, pekerja seni dan budayawan
masih dilakukan di AJI Jogja. Beberapa anggota Ormas FKPPI meninggalkan lokasi,
namun beberapa anggota ormas masih berada di sekitaran Wisma Melati dan jalan
Pakel Baru. Kawan-kawan pulang di kawal polisi (Brimob) bersenjata lengkap.
Yogyakarta, 3 Mei 2016
Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Yogyakarta
Narahubung:
Anang Zakaria (081353297464)
Anang Zakaria (081353297464)







Tidak ada komentar:
Posting Komentar