Pendidikan Papua Dibawah Reziim Imperialisme
![]() |
| Ilustrasi Sistem Pendidikan Kapitalisme (Foto/WK) |
Oleh : Thomas
Djanama
‘’Ada tiga cara melemahkan dan menjajah suatu negri
Pertama,
kaburkan sejarahnya
Kedua,hancurkan bukti-bukti sjarah bangsa itu hingga
tidak bisa lagi diteliti dan dibuktikan kebenarannya ;
Ketiga, putuskan hubungan mereka dengan leluhur
dengan mengatakan jika leluhur itu bodok dan primitif ‘’
(Architects
of deception –secret history of
freemansonry by jury Lina)
Perebutan
wilayah Papua oleh kolonial indonesia
melalui proses Penentuan pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 yang ilegal,penuh
kontraversi dan cacat hukum.pencaplokan,
indonesia terhadap papua dilalukan demi kepentingan ekonomi/politik
indonesia dan kepentingan negara-negara kapitalis, Amerika Serikat dan
antek-anteknya.
kehadiran negara kolonial indonesia di atas
teritori west papua merupakan awal kehancuran tatanan hidup rakyat papua,bukan
hanya kekayaan alam yang di kuasai,tetapi Pedidikan, Budaya, adat isti adatpun dihancurkan demi
kepentingan eksploitasi.
Sistem
Pendidikan yg diterapkan kolonial indonesia tidak sesuai budaya dan kehidupan
asli orang pribumi(asli papua) melalui
mesin kapitalis semakin meluluh lantakan dan menghilangan budaya,adat dan
kepercayaan rakyat papua terhadap ajaran leluhur mereka.
.
Pembaca yang
terkasi, sedikit saya menjelaskan secara singkat Pendidikan dipapua dibawah rezim Imperealisme.
sistem imperialisme melahirkan politik divide et
impera, yakni politik memecah-belah. imperialisme di mana saja, apapun bentuknya, punya
slogan yang sama: “pecahkan dan kuasai”! Dengan menggunakan mantra itu,
kolonialisme bisa membangun kekuasaan di negara lain
imperialisme menetapkan bangsa papua dalam kemunduran
dan berusaha membawa bangsa papua ke
arah kemuduran. Caranya, salah satunya, adalah penghancuran fikiran-fikiran
(akal budi) rakyat. melalui pendidikan kolonial mengubah rakyat papua menjadi
rakyat kecil, “nrima”, rendah pengetahuannya, lembek kemauannya, sedikit
nafsu-nafsunya, hilang keberaniannya. Pendek kata, kolonialisme mengubah rakyak
papua menjadi (maaf) rakyat kambing yang bodoh dan mati energinya.
Pemikir perancis yang anti-kolonial, Frantz Fanon,
juga menguraikan bagaimana kolonialisme menghancurkan budaya dan karakter
rakyat. Akibatnya, rakyat di negara jajahan ditingalkan dalam kebingungan
intelektual dan moral. membangun
kepercayaan di dalam hati dan fikiran rakyat, bahwa bangsa penjajah lebih
superior dibanding bangsa terjajah.
Kolonialisme di mana saja, selalu berusaha menutupi
maksudnya, bahkan menciptakan teori manis untuk mencapai tujuan mereka , misalnya,
kita menemukan literatur yang menyebutkan bahwa misi kolonialisme adalah “misi
suci” (mission sacree): penyebaran agama, menyebarkan pencerahan, dan membuat
rakyat jajahan menjadi “beradab”.
Tidak jarang, dalam upaya menanamkan superioritasnya,
pihak kolonialis melegitimasi keunggulan-keunggulan rasial: kulit putih lebih
unggul dari kulit berwarna. Dalam sejarah kolonialisme dipapua, kita sering
mendengar bagaimana cacian “inlander” disepadamkan dengan makian “anjing”, “babi”,
dan lain-lain.
Yang lebih parah, rakyat papua dicecoki dengan
anggapan “inlander bodoh”. Dengan cekokan itu, yang berlangsung secara
turun-temurun, rakyat jajahan kehilangan kepercayaan diri dan kebanggaannya.
Dewasa ini umat manusia
tengah memasuki suatu zaman baru yang ditandai dengan menguatnya paham Pasar
bebas, yang dikenal dengan zaman Globalisasi. Tradisi umat manusia untuk
mempertahankan eksistensi mereka melalui pendidikan mendapat tantangan, karena
pendidikan ternyata bagi sebagian manusia dapat digunakan untuk mengakumulasi
kapital dan mendapatkan keuntungan. Bagaimana mungkin tradisi manusia tentang
visi pendidikan sebagai strategi untuk eksistensi manusia yang telah
direproduksi berabad-abad selama ini, diganti oleh suatu visi yang meletakkan
pendidikan sebagai komoditi.
Pendidikan
dipapua telah dibangun dan dirancang sedemikian rupa
oleh negara kolonial melalui sistem kapitalis adalah kelanjutan dari sifat
opresif kapitalisme. Pendidikan dipaksa untuk melanggengkan ide-ide kelas yang
berkuasa. semenjak era orde baru hinggah
sekarang era reformasi Pelajaran yang
pernah diajarkan di sekolah-sekolah dan kampus-kampus diterapkan berdasarkan
kepentingan penguasa , misalnya, Pelajaran sejarah, ekonomi, politik,
teknologi, dsb., dari jaman lalu hingga sekarang, adalah pelajaran yang
diorientasikan untuk mendukung aktivitas produksi yang dikendalikan oleh kelas
yang berkuasa.
Marxisme menjelaskan
bahwa ide-ide yang berkuasa adalah ide-idenya kelas yang berkuasa. Kelas
penguasa dan pemilik kapital mengontrol kelas pekerja tidak hanya melalui
kekuatan langsung yang konfrontatif, tetapi juga melalui pembentukan ide-ide.
Ide-ide yang diajarkan lewat institusi-institusi pendidikan membenarkan posisi
dominan kelas yang berkuasa, dan mengarahkan seluruh proses pendidikan ke dalam
proses kapital.
Institusi pendidikan adalah bagian dari aparatus
penindas Negara yang berbentuk non-fisik, yakni represi ideologis. Dan lebih
jauh, institusi pendidikan tidak hanya berperan untuk menyebarkan ideologi
kelas yang berkuasa dengan membenarkan dan melegitimasi sistem kapitalis
monopoli. Institusi pendidikan juga memproduksi sikap dan tingkah laku
mempersiapkan para peserta didik—mulai dari SD hingga universitas—agar kelak
siap menjadi pekerja-pekerja di industri-industri kapitalis dan mengajarkan
kepada mereka agar menerima dan taat pada praktek eksploitasi; menyiapkan
sebagian dari lulusan perguruan tinggi untuk menjadi agen eksploitasi dan
represi: menjadi manajer, administrator, politisi; mengajari mereka bagaimana
mempergunakan keahlian dan daya kerjanya sebagai agen dari kelas yang berkuasa.
saya segera
mengambil kesimpulan terkait dengan
kondisi dunia pendidikan dipapua di bawah naungan kolonial indonesia. Terdapat,
setidaknya, menurut saya, dua hal penting yang akan menjadi fokus kritik dalam
tulisan ini. Pertama, Pemerintah
kolonial Indonesia jelas-jelas menggiring seluruh peserta didik ke dalam
proses kapital, menjadi pekerja-pekerja dari para pemilik kapital; peserta
didik akan dijadikan “robot-robot” di dalam industri-industri; dijadikan
“mesin-mesin” untuk mengakumulasi kapital. Kedua, masih mahalnya biaya masuk
perguruan tinggi—baik negeri maupun swasta—di papua dan wilayah kolonial
Indonesia menjadikan anak-anak buruh dan kaum miskin tidak mampu memperoleh
pengetahuan yang cukup, sehingga generasi buruh dan kaum miskin akan terus
menjadi obyek untuk dieksploitasi; menjadi pekerja-pekerja kelas bawah dengan
gaji sangat rendah.
dalam kesimpulan terakhirnya, sebagai kesimpulan
Marxis, bahwa di bawah kapitalisme tidak akan pernah ada pendidikan yang
sepenuhnya membebaskan. Negara borjuis tidak akan pernah mampu memberikan
pendidikan gratis hingga tingkat perguruan tinggi secara permanen,
karena perguruan tinggi itu sendiri adalah tempat potensial untuk menanam
kapital—dengan cara meliberalisasi perguruan tinggi. Kurikulum yang dicetuskan
oleh Kemendikbud kolonial tidak akan
pernah mengizinkan peserta didik, mulai dari tingkat SD hingga perguruan
tinggi, untuk mengakses ilmu pengetahuan secara luas, bebas, dan beradab.
Seluruh mata pelajaran, baik pelajaran wajib maupun pilihan, diorientasikan
untuk menyiapkan seluruh peserta didik menjadi pekerja-pekerja siap pakai di
berbagai lingkungan industri (manufaktur, jasa, pendidikan, budaya, dll.).
Hanya pembebasan nasional(papua merdeka) menuju masyarakat papua yang sosialis yang
dapat memberikan kepada seluruh rakyat papua pendidikan yang bersifat
membebaskan, karena di dalam masyarakat tanpa kelas tidak akan ada lagi
penindasan manusia oleh manusia lain. Dengan merebut kekuasaan politik dan
ekonomi, berada di tangan Rakyat dan
rakyat yang akan merebut dan mengontrol pendidikan mereka sendiri, Ketika pendidikan sudah bukan lagi bagian
dari proses produksi kapital dan komoditas yang diperjual-belikan, ia akan
menjadi sinar yang membebaskan pikiran manusia dari segala prasangka dan
keterbelakangan yang menghuni di dalam pikirannya.
Pembaca terkasi
sedikit pemaparan saya tentang persoalan pendidikan di papua di bawah hantu
imperealisme.
Demikian
salam hormat,kurang dan lebih mohon di maafkan....
Salam
pembebasan !!!
Jogjakarta,28 Juni 2016
Penulis
Adalah Aktivis Papua Merdeka Aliansis Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota
Jogjakarta
--------------------------------------------------------------------
Referensi ;
http://www.kompasiana.com/faiz_alzawahir/sosialis-pendidik-dan-pendidikan-kapitalis_5510b68c813311373abc6bb5
[1] Pidato Mendikbud pada perayaan Hari Pendidikan
Nasional 2 Mei 2014: “Anak-anak kita akan memiliki kompetensi secara utuh yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Itu semua kita lakukan dalam
rangka mempersiapkan generasi emas … menuju kejayaan Indonesia 2045.”
[2] Dokumen Kurikulum 2013 Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan: “Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus dijaga dan
ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, kreatif, ulet,
jujur, dan mandiri sangat diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia di masa depan.”







Tidak ada komentar:
Posting Komentar