Jefri Wenda (foto/Dok) |
Oleh Jefri Wenda
"Persatuan
itu relatif maka perjuangan itu mutlak", demikian ungkapan Pace Botak,
Pemimpin revolusi Bolshevik, Paman V. I Lenin.
Tidak
terlepas dari sejarah perjuangan pembebasan nasional bangsa tertindas di
seluruh dunia dalam meghadapi dominasi negara-negara Imperialisme dan
kolonialisme yang hegemonik. Begitu juga perjuangan pembebasan nasional Papua
Barat (West Papua) saat ini, yang telah, sedang dan masih terus berjuang
membebaskan dirinya dari cengkraman penindasan dan pegisapan oleh negara-negara
Imperialisme dan majikan–setianya, kolonialisme Indonesia.
Dari
sekian banyak gerakan pembebasan nasional di seluruh dunia, salah satu gerakan
perlawanan rakyat yang telah bebas dari penjajahan yang letaknya secara
geografis mendekati wilayah Papua Barat ialah, gerakan perjuagan pembebasan
rakyat Timur–Leste (Maubere) saat itu. Perjuagan Rakyat yang heroik ketika
menghadapi musuh sejatinya kolonialisme Indonesia.
Selain
itu, diluar dari Asia, perjungan pembebasan nasional melawan dominasi
Imperialisme di Afrika Selatan dan juga di Amerika Latin dengan cita-cita
membangun Sosialisme, masyarakat tanpa kalas, seperti; Revolusi Cuba dipimpin
oleh Fidel Castro dan Ernesto Che Guevara yang akhirnya berhasil menjatuhkan
rezim dikatator Batista, Hogu Caves Fiere yang terinspirasi oleh Simon Bolivar
dan juga didorong kuat oleh kawan dekatnya Fidel Castro sehingga berhasil
mengambil alih kekuasaan melalui kudeta Militer. Dan masih banyak lagi
perjuagan pembebasn nasional maupun perjuagan untuk mewujudkan sosialisme
hingga saat ini sedang berlangsung di berbagai negri, yang tentu saja masih
relevan untuk di jadikan referensi bagi gerakan perjuangan pembebasan nasional
Papua Barat hari ini.
Kemenangan-kemenangan
revolusi di berbagai negri jajahan dalam menumbangkan kekuasaan kolonialisme
dan tuanya Imperialisme selalu saja membutuhkan yang namanya "persatuan
nasional". Itulah kunci utama dari sebuah gerakan pembebasan nasional.
Berbagai
macam gerakan perlawanan rakyat Papua Barat sejak awal tahun 60an hingga saat
ini, telah kita lalui, banyak memberikan pelajaran penting bagi perjuangan
pembebasan nasional dalam mengusir penjajah–Indonesia dari bumi tercinta kita,
tanah air Papua Barat. Gejolak perlawan rakyat yang tiada perna berhenti, baik
perjuagan bersenjata, aksi massa dan diplomasi. Dan dalam dinamika pasang naik
dan surut perjuangan pembebasan nasional tidak ada motif lain, selain
perjuangan melawan musuh bersama rakyat Papua Barat yaitu kolonialisme dan
imperilisme.
Masih
dalam ingatan sejarah, setelah tebukanya pipa keran Demokrasi di indonesai saat
setelah di tumbangkan rezim diktator Soerharto pasca 1998, telah memberikan
wajah baru bagi demokrasi di Indonesia dalam hal kebebasan berekspresi atau
penyampaian pendapat secara terbuka, baik bagi rakyat Indonesia secara umum dan
khusus rakyat Papua Barat.
Ditegah
perubahan perbaikan akan Demokrasi di Indonesia, degan
terakumulasinya—kesadaran rakyat Papua Barat untuk menentukan status Politik
sebagai sebuah bangsa yang merdeka, kemudian dikonsolidasikan dalam persatuan
nasional melalui Musyawarah Besar (Mubes) pada tahun 2000, sebagai langkah
strategis guna mempersiapkan kogres II 2000 melalui kendaraan politik,
Persidium Dewan Papua (PDP), yang dipimpin oleh Theys Hiyo Eluay sebagai
Pemimpin Gerakan Pembebasan Nasional Papua Barat.
Tentu
saja, konsolidasi tersebut merupakan konsolidasi bersejarah bagi gerakan rakyat
Papua Barat, yang pertama muncul berdasarkan kesadaran rakyat yang menginginkan
kejelasan atas status politiknya sebagai sebuah Bangsa yang "merdeka"
dari penjajah indonesia. Namun sayang, gerakan tersebut tidak bertahan lama,
ketika Theys Hiyo Eluay di dibunuh oleh Militer (kopasus), akibat dari ketakutan
kolonialisme Indonesia akan gerakan perjuangan pembebasan nasional yang semakin
kuat dan nampak saat itu.
Kemudian,
pada tahun 2014, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dibentuk di
Vanuatu, sebagai wadah persatuan nasional. ULMWP yang dibentuk mewakili tiga
faksi perjuangan WPNCL, NRFPB dan PNWP. Tidak bisa kita dipungkir lagi i bahwa
hadirnya ULMWP sebagai wadah persatuan yang di bentuk merupakan desakan atau
tuntutan negara-negara Pasifik di Melanesian Sperhead Group (MSG), sesuai
tujuan dibentuknya, guna menjadi salah satu anggota MSG. Artinya, jelas bahwa
terbentuknya ULMWP di Vanuatu menjadi sebuah wadah persatuan yang tidak
berdasarkan pada kebutuhan (situasi objektif) di tanah air, juga dilakukan
tanpa didahului konsolidasi-konsolidasi secara matang. Hal ini akan nampak
ketika persaingan diantara kelompok tua, yang ambigu dan keras kepala terus
mengkampanyekan ide-ide mereka tanpa menempatkan stratrgi-taktik (stratak) yang
tempat, dan tidak bertolak dari situasi objektif penindasan dan pengisapan yang
dihadapi rakyat Papua Barat. Akibatnya, muncul perbedaan pandangan dintara
faksi yang semakin tajam sehingga menimbulkan perpecahan yang sagat fatal di
internal ULMWP itu sendiri.
Melihat
akan dinamika perjuangan dan persatuan yang cacat tersebut maka,
pertanyaan—penting yang harus dijawab oleh semua komponen gerakan perjuagan
pembebasan nasional Papua Barat hari ini adalah; Apa yang menjadi titik tolak
dari persatuan kita? Apa tujuan dari persatuan kita atau untuk apa kita
bersatu? Dan bagimana persatuan itu diperkuat dengan meneriama berbagai macam
pandangan yang berbeda dari faksi/komponen gerakan dan individu dalam gerakan
perjuangan? Singkatnya, persatuan seperti apa yang dibutuhkan hari ini? Tanpa
menjawab pertanyaan ini, kita tidak akan mampu megetahui siapa musuh sejati
kita, kekuatan dan kelemahan, kekurangan dan kelebihan, dan tentu saja kita
akan sulit menempatkan straktak dan Programatik bersama sebagai acuan gerakan
perjuangan pembebasan nasional.
Sudah
tentu persatuan yang ideal yang harus dibagun adalah persatuan yang demokratik,
kerakyatan dan progresif. Persatuan yang demokratik; persatuan yang menghargai
kebebasan berekspresi (bebas berpropaganda)–kebebasan bagi setiap kelompok atau
setiap faksi organisasi didalam persatuan itu sendiri untuk mencerminkan
ekspresi politiknya, persatuan yang bisa saling berdebat secara ilmiah degan
menyampaikan, atau megutarahkan pikiranya yang matang dan dewasa. Pasatuan yang
progresif; persatuan yang tidak memandang latar belakang, suku, ras, agama, etnis,
dan persatuan yang tidak memandang kepentingan satu kelompok semata karena
keras kepala. Persatuan kerakyatan; persatuan yang mementingkan kepetingan
rakyat, dengan melibatkan rakyat Papua Barat, mendorong rakyat turut aktif
berpartisipasi dalam perjuangan pembebasan nasional, dan persatuan yang sadar
akan musuh sejati rakyat papua barat yaitu; kolonialisme dan imperialisme
sebagai musuh sejati rakyat.
Adalah
sebuah hukum sejarah bahwa perjuangan melawan penindasan dan pegisapan karena
kehadiran kolonialis Indonesia maupun penindasan dalam bentuk lain yakni
eksploitasi karena Imperialisme. Kedua, sistem penindasan tersebut harus
dihadapi secara sistematis pula melalui pengalaman berjuang secara kolektif,
pengalaman aksi secara kolektif dan degan programtik yang tepat, maka niscaya
kemenagan itu akan terwujud.
Sehingga,
menjadi kebutuhan yang mendesak! Hari ini adalah, mendorong semua komponen
gerakan ditanah air Papua Barat baik pemuda–mahasisiwa, masyarakat adat,
perempuan, buruh, non-papua/(amber), komititas teologia; kristen,
kristen-katolik, islam, dan secara umum Rakyat Papua Barat yang menganggap
dirinya bagian dari bagsa Papua Barat, untuk bersatu dan bersama bersama
membangun persatuan nasional sebagai kekuatan pengerak revolusi Papua Barat.
Penulis Adalah Mantan Ketua Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Pusat
Posting Komentar