Balasan Untuk Komentar; Buchtar Tabuni (Persatuan Kita dan Perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat)

Jefri Wenda (Foto/Dok Pribadi)
Oleh Jefri Wenda 


Beberapa waktu lalu saya buat status panjang di facebook, judulnya "Persatuan Kita dan Perjuagan Pembebasan Nasional". Selain saya, ada beberapa kawan yang buat status atau tulisan yang sama esensinya tentang; pentingnya membangun persatuan nasional di tanah air, Papua Barat (West Papua).

Setelah status tersebut saya posting dan disebarluaskan atau dibagikan oleh kawan-kawan, ada juga yang memberikan komentar, adapulah yang memberikan sangahan pada dinding facebook.

Disini, secara khusus saya akan merespon komentar dari Buctar Tabuni, yang saat ini menjabat sebagai pimpinan Parlemen Nasional West Papua (PNWP), sekaligus saya mengklarifikasi beberapa tuduhan-tuduhan subjektif yang tidak sesuai degan basis realitas saat pertemuan KTT ke II ULMWP di Vanuatu.

Mungkin saja Buctar rasa resah atau gelisah degan seruan "persatuan nasional". sehingga, lansung saja Buctar respon lewat akun "Fane Page" nya.

Buctar bilang, “APAKAH kita harus buat persatuan lagi? Atau cukup ULMWP dan kita memperkuat ULMWP”?

Pertanyaan Buctar diatas harus di jawab degan jujur. Bagi saya, sebelum menjawab pertanyaan Buctar, rakyat Papua Barat harus mendapatkan jawaban terlebih dahulu, apakah ULMWP telah hadir di papua dan bagimana pandagan ULMWP memposisikan gerakan perempuan (mama pasar), buruh, pemudah/mahasiswa, masyarakat adat (petani-nelayan), amber (non-papua), komunitas telogia; kristen, kriten katolik islam dalam ULMWP itu sendiri?

Tidak bisa dipungkiri bahwa setelah dibentuknya ULMWP pada tahun 2014 di Vanuatu, sebagai wadah persatuan perjuangan. maka, ruang lingkup ULMWP hanya berbasiskan pada kerja-kerja diplomatik yang berfokus mendorong isu papua di pasifik, eropa, afrika dan carabian guna mencari dukungan.

Artinya, ULMWP memposisikan rakyat sebagai "subjek" dari pegerak "revolusi" (pembebasan nasional Papua Barat), yang semestinya mampu membebaskan dirinya dari penindasan dan pegisapan. Jelas bahwa gerak perjuangan kita hingga hari ini, gerak perjuangan tanpa mengunakan logika "(kepala di kaki–kaki di kepala)", gerakan perjuagan tanpa nalar yang sehat.

Buctar bilang, “Ancaman perpecahan dalam ULMWP adalah ego dan ambisi. Hal ini dapat dilihat pada saat KTT ULMWP. Didalam kepemimpinan Komite Executive ULMWP ditetapkan 3 tahun. Masa 3 tahun pertama Komite Legislatif ULMWP yang terdiri dari WPNCL, NFRPB dan PNWP telah memilih Oto Mote sebagai sekretaris jenderal ULMWP, Benny Wenda sebagai juru bicara. 3 tahun pertama tongkat kepemimpinan dipegan oleh NFRPB. Setelah 3 tahun pertama selesai, KTT ULMWP dilaksanakan lagi untuk memilih kepemimpinan 3 tahun kedua. Perdebatanpun alot didalam Komite Legislatif ULMWP akhirnya model Sekretaris Jenderal dirubah menjadi Ketua di Komite Executive ULMWP. Benny Wenda dipercayakan untuk memimpin 3 tahun kedua. Kepemimpinan dipegan oleh PNWP.”

Benar jika Buctar meletakkan "Ego dan Ambisi" sebagai salah satu faktor ancaman perpecahan, selain faktor-faktor objektif lainya. Namun, dalam penjelasan ancaman perpecahan Buctar tidak jujur memberikan penjelasan secara obyektif. Yah, saya masi ingat, saat pembukaan kegiatan KTT II di Vauatu, Buctar sendiri tidak ada di tempat (masih dalam perjalanan) pada saat sesi pertama dimulai degan pandangan umum yang disampaikan oleh para undagan yang pada saat itu hadir perwakilan Aktifis Kanaki (FLNKS), Salomon mewakili Pemerintah, Fiji mewakili pemerintah dan masyarakat adat dan Perdana Mentri (PM) Vanuatu yang secara resmi memberikan sambutan saat sesi pembukaan.

Pada saat penyampaian pandangan umum, kita telah amati degan baik setiap pesan yang disampaikan oleh para undagan dan juga pidato pembuka oleh PM Vanuatu, banyak masukan yang telah di sampaikan; baik dari sisi kekuatan dan kelemahan, kelebihan dan kekurangan dan peluang yang akan digunakan kedepan oleh ULMWP sendiri. Selain itu, syarat-syarat objektif gerakan yang telah dibangun di periode sebelumnya. Namun sayang, hal itu diabaikan dan tidak dijadikan landasan gerak ULMWP hari ini.

Penting juga untuk dipertimbangkan adalah tentang dialetika suatu gerakan. Ketika pandagan kita masih mengacu pada aturan-aturan organisasi tanpa melihat realitas atau situasi objektif maka, perubahan kepemimpinan atau bentuk (struktur) dalam ULMWP yang berpijak pada aturan organisasi "tidaklah–penting" dilakukan selama realitas objektif masih membutuhkan bentuk gerak yang lama. Tentu saja kita akan jatuh pada pandagan "birokratisme" yang menjauhkan gerakan perjuangan dari situasi penindasan dan penghisapan yang dihadpi rakyat Papua Barat.

Lebih gila lagi Buctar bilang begini; “Dalam KTT ULMWP ke II, Octo Mote masih ngotot untuk mempin 3 tahun lagi menjadi 6 tahun Nahum Manuver Otto Mote untuk memimpin kembali Komite Executive gagal. Tim lobby kemenangan Otto Mote seperti Sebby Samom, Yefry Wenda, Hengky Rumbewas, leonne Tanggahma, Yefry pagawak, Victor Yeimo, Fero Huby, Warpo Wetipo, Agus Kosay, Mekcy Yeimo, dan Rence Sore ( saat ini sebagai Sekretatis Urusan Luar Negeri pemerintah Solomon), Rence Sore adalah pihak di Solomon yang bekerja untuk mengulingkan Sogavare matan perdana menteri Solomon yang saat kuat mendukung perjuangan West Papua.”

Pernyataan buctar hanya buat orang rasa tertawa karna muak. mungkin Buctar kuatir, frustasi karena telah hilangnya kepercayaan dari massa rakyat, atau kebingungan untuk memposisikan diri pada tempat selayaknya bisa diangap sebagai seorang tokoh pengerak, seperti dulu, yang memiliki kekuatan dalam membangkitkan ribuan massa dalam satu gerakan demonstrasi hebat dan berapi-api.

Ada benarnya juga ketika di satu pertemuan saat diskusi, ada seorang kawan sempat bercerita, “Buctar yang dulu beda degan Buctar hari ini, klo Buctar yang dulu klo pimpin aksi pegang Mike atau Megaphone lalu ankat bicara; Rumput k, batu k, air k, pohon k, semua yang ada di atas tanah termasuk manusia juga ikut goyang. Dan kalau Buctar yang sekarang ini bedah, tidak seperti dulu”, katanya. lanjut dia, “semua sudah hancur di terkam badai dari kepala, tapi masih ada peluang jika pace BT keluar dari lingkaran setan degan kakinya sendiri” katanya, sambil tersenyum dan megoleng kepala.

kemudian, Buctar yang karena frustasi juga lupa ingatan, kehadiran kami mewakili (gerakan Mahasiswa) saat KTT ke II ULMWP bukan karena untuk mendukung Octo Mote (NRFPB), Benny Wenda (PNWP), Rex Rumakiek (WPNCL) dll. dalam forum ULMWP juga telah saya sampaikan secara terbuka "degan keras" bahwa, kami tidak mendukung satu faksi manapun, posisi kami jelas mendukung Proses ULMWP dalam memperjuagkan hak-hak demokratik rakyat Papua Barat.

Terkait Octo Mote yang ngotot, kata buctar, saat mempertahankan posisinya sebagai Sekjed, bagi saya, bukan karena alasan subjektifnya. Teramat pantas jika Octo mempertahankan posisinya sebagai Sekjend dan bentuk struktur ULMWP yang lama dibawah basis argumentasi yang objektif. Tentu saja landasan argumentasi yang rasional menjadi alasan kami mempertahankan bentuk struktur lama dan memilih mendorong Octo (dan kawan-kawan di NFRPB) dibanding yang lainya yang berdiri diatas dorongan ambigu dan Birokratisme".

Buctar bilang, “Tim kemenangan Otto ini menganggap Benny Wenda tidak mempunyai kemampuan dalam melobby. Dan tim lobi octo Mote yg saya sebut di stas sedang lakukan kampanye di rakyat di dalam negeri untuk membubarkan ULMWP. Yang paling lucu adalah Leonne yang berasal dari WPNCL tidak mendukung calon WPNCL justru mendukung Otto Mote. Pemilihan telah selesai dan Benny Wenda dari PNWP dipilih menjadi ketua Eksekutif ULMWP.”

Mendukung atau mendorong Octo tidak serta merta memposisikan kami berada dibawah NRFPB. Bagi saya, yang saat itu berada dalam forum demokratik, katanya, namun tidak demokratik; Octo Mote, Benny Wenda, Rex Rumakeik, Andi Ayamisebah; tidak jauh bedah–sama saja. akan masuk akal jika memposisikan kami sebagai gerakan massa mahasiswa yang berupaya mendorong kepentingan kemajuan gerakan ULMWP yang cacat itu.

Dan selama mereka (eksekutif komite) belum memposisikan diri mereka sebagai seorang pemimpin nasional; yang mampu menerima perbedaan pandangan, mampu menyatuhkan semua elemen gerakan, mampu menangalkan sentimen faksi atau organisasi. Maka, persatuan hanya bersifat formalitas–birokratis, tidak bersandar pada kepentingan rakyat Papua Barat niscaya persatuan akan hancur degan sendirinya.

Sejarah telah mencatat, terciptanya satu perubahan besar dalam perjuangan pembebasan nasional adalah karya berjuta-juta massa rakyat. sehingga degan meletakan seluruh "kekutan rakyat" Papua Barat dibawa panji persatuan nasional yang berbasis pada prinsip demokratik, progresif dan kerakyatan merupakan yang paling mendesak hari ini.

Kami sadar bahwa kemardekaan tidak akan jatuh dari langit, atau diberikan begitu saja oleh penjajah, kemerdekaan harus direbut degan cara paksa. Akan lebih parah lagi jika rakyat Papua Barat megantungkan harapan pada ULMWP yang cacat karena sakit-sakitan. Sudah saatnya logika gerak harus dibulak balik degan nalar yang sehat, nalar yang memberontak.

Dari sekarang, besok dan seterusnya, rakyat Papua Barat harus dibebaskan dari ilusi-ilusi tentang datangnya seorang penyelamat entah dari mana datangnya? Dan bersama-sama mendorong rakyat harus berjuang, degan sunguh-sungguh, degan sepenuh tenaga, megerakan rakyat untuk megorganisir diri dibawah organisasi revolusioner demi mewujudkan kemerdekaan sejati.

Bagun persatuan nasional... !!!
Bagun kekuatan rakyat...!!!

Penulis Adalah Mantan Ketua Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Pusat

Posting Komentar

Distributed by Gooyaabi Templates | Designed by OddThemes