Maikel Kudia |
Pada intinya, pembebasan nasional Papua adalah kebutuhan mendesak perjuangan bersama semua gerakan rakyat Papua dan (semestinya dan harus) juga semua gerakan-gerakan pro demokrasi di Indonesia dan internasional. Dan penindasan yang sedang dilakukan oleh kolonialisme Indonesia dan imperialisme adalah sebuah konsekuensi logis dari semakin bertambah dan meningkatnya kebutuhan imperialisme-kapitalisme atas dasar penguasaan bahan-bahan mentah di wilayah-wilayah jajahan seperti di Papua, Jawa, Sulawesi, Palestina, Vanuatu, dan semua wilayah-wilayah atau negara/bangsa jajahan lainnya.
Realitas
pendindasan ini menjadi sebuah proses yang dialektis. Dan sudah saatnya
perjuangan pembebasan nasional Papua, juga sudah mesti kebutuhan tenaga
produktif menjadi kebutuhan mendesak perjugangan kita.
Semisal,
dalam konteks partai revolusioner, tenaga produktif tersebut bisa saja
dikategorikan sebagai pelopor-pelopor dan (mungkin) akan menjadi kader-kader
dari partai itu sendiri. Atau semisal juga tenaga produktif yang menjadi buruh
dan tani terlatih yang berkesadaran maju dan siap membangun serikat-serikat
pekerja yang revolusioner untuk merebut dan penguasaan alat produksi.
Dalam konteks
kepeloporan perjuangan pembebasan nasional Papua, tenaga produktif tersebut
adalah mereka yang telah selesai dalam teori, filsafat marxis, dan
praktek-praktek revolusioner yang menjadikannya sebagai metode perjuangan itu
sendiri. Berbicara soal pembebasan nasional berarti tidak terlepas dari
realitas penindasan kolonialisme dan imperialisme di atas tanah Papua.
Revolusi
demokratik atau pembebasan nasional Papua dan perjuangan untuk cita-cita
sosialisme hanya bisa dilakukan oleh tenaga produktif dalam hal ini para
pelopor yang berkesadaran maju dan revolusioner.
Terus dari
mana tenaga-tenaga produktif tersebut? Pertanyaan ini bukan pertanyaan yang
momok dan membingungankan sebenarnya. Konsekuensi logis dari proses yang
dialektis dari realitas penindasan yang membuat rakyat Papua telah mendekatkan
diri mereka dengan pendidikan-pendidikan yang revolusioner. Tetapi ruang itu
juga mesti diciptakan, baik di luar Papua, mau pun di Papua karena inilah yang
akan menjadi basis tenaga produktif itu sendiri.
Menjadi
revolusioner dalam masyarakat yang sangat komunal tradisional sebenarnya
menurut saya ini sebuah hal yang sangat baru. Dan banyak konsekuensi yang akan
ditanggung dalam perjalanan perjuangan ini. Tetapi yang jelasnya bahwa proses
dialektika inilah yang akan melahirkan tenaga-tenaga produktif untuk revolusi
demokratik dan revolusi sosialis itu sendiri.
Yang jelasnya
bahwa tenaga produktif yang dimaksudkan disini punya tugas dan tanggung jawab
dalam selain menjawab kebutuhan perjuangan pembebasan nasional Papua, juga
kebutuhan untuk perjuangan untuk sosialisme nanti.
Jadi,
berbicara soal perjuangan pembebasan nasional Papua dan perjuangan untuk
sosialisme, berarti berbicara soal tenaga-tenaga produktif itu sendiri. Dan
untuk mendapatkan anggota-anggota (dan bisa saja kader) tenaga-tenaga produktif
baru, kepeloporan dan kepemimpinan pergerakannya harus mengedepankan
sentralisme demokrasi dan tidak anti kritik-otokritik. Dan terakhir, DISIPLIN.
Penulis Adalah Aktivis Papua (AMP)
Posting Komentar