Maikel Kudia |
Wacana atau gagasan hingga
kerja untuk persatuan nasional untuk pembebasan rakyat sudah pernah terjadi di
daerah-daerah bekas kolonial dan kapitalis seperti Indonesia, Timor Leste,
Kuba, Rusia, Venezuela, dan lain-lainnya.
Yang jelasnya bahwa hal itu
tidak muncul dengan sendirinya. Persatuan nasional itu terjadi atas akibat dari
kontradiksi-kontradiksi kondisi internal dan eksternal, kondisi subjektif dan
objektif baik dalam tubuh organisasi sendiri, pergerakan luar negeri dan dalam
negeri sendiri, dan lain-lain. Kondtradiksi ini terus berdialektika maju. Baik
kemajuannya lambat hingga cepat. Dan ini konsekuensi yang logis dalam kemajuan
pergerakan itu sendiri.
Belajar dari perjuangan
pergerakan (organisasi) pembebasan nasional Papua dulu dan saat ini, kemajuan-kemajuan
tersebut sangat lambat karena kontradiksi yang terjadi tidak berdasar pada
realitas atau basis gerakan yang idelogis. Artinya bahwa kontradiksi atau dalam
hal ini perpecahan-perpecahan yang terjadi tidak (mungkin) dilihat sebagai
sebuah kemajuan itu sendiri.
Situasi ini yang jelasnya
merupakan sebab dan akibat dari proses kolonisasi dan kapitalisasi yang terjadi
setengah abad lamanya di Papua yang juga sangat berhubungan erat dengan
penjajahan lainnya di luar Papua seperti di Indonesia, dan lain-lainnya.
Melihat sejarah 01 Desember
1961 yang nota bene embrio kemerdekaan Papua hingga hingga mencuak di tahun
1967 menunjukan kepentingan imperialisme global terhadap kehadiran PT Freeport
di atas tanah Papua melahirkan perpecahan yang fatal di tubuh gerakan rakyat
Papua pada saat itu.
Tak hanya itu, momen penting
persatuan nasional Papua juga muncul kembali di tahun 2000 yang
dikonsolidasikan oleh Presidium Dewan Papua (PDP) dan mengangkat They Hiyo
Eluai sebagai presidium dewan Papua pun terhenti karena perpecahan yang
diakibatkan oleh gelombang imperialisme terhadap makelar-makelarnya di
Indonesia dan Papua yang berakibat kematian Theys sebagai kehancurkan gerakan
itu sendiri.
Tak berhenti disitu, tahun
2014, United Liberation Movement for West Papua ( ULMWP) pun juga lahir atas
dasar kebutuhan pembebasan nasional yang perjuangannya menyusuri negara-negara
"melanesia' yang juga mengantongi kepentingan politik dan ekonomi atas
penghisapan dan penajahan imperialisme terhadap rakyat (negara) melanesia di
sana.
Perjalanan perjuangan ULMWP
yang diharapkan rakyat Papua harus mampu mengkonsolidasikan negara-negara
melanesia dan harus menjadi tanggung jawab politik dan ekonomi terhadap roda
perjuangan rakyat Papua pun bisa dikatakan tak (belum) mampu melakukan
konsolidasi politik di atas tanah air Papua karena kontradiksi yang terjadi
dalam tubuh gerakan tersebut tidak berbasis kesadaran yang ideologis. Beberapa
gerakan yang berfront bersama di ULMWP lebih mementingkan individualisme dan
kepentingan faksi yang melahirkan adanya perpecahan yang fatal yang sama sekali
tidak menguntungkan majunya pergerakan dan perjuangan rakyat Papua.
Situasi internal di tanah air
Papua dibuat bergantung dan dilakukan kepastian-kepastian politik yang sama
sekali tidak ada artinya bagi rakyat Papua dan gerakan solidaritas,
negara-negara yang bersolidaritas, seperti negara-negara melanesia dan
lain-lainnya.
Dari kondisi ini, kita bisa
belajar bahwa kesadaran politik di kondisi internal dan eksternal Papua harus
dibangun. Harus dibangun yang berlandas perjuangan yang ideologis dan termaju.
Kesadaran politik itu harus
bisa berkontradiksi dari kuantitatif menjadi kualitatif untuk memajukan kondisi
internal dan kondisi ekternal. Konsekuensi logis yang terbangun dalam kondisi
subjektif tanah air, persatuan nasional Papua telah menjadi sebuah kebutuhan
bersama sat ini. Dan ini konsekuensi logis harus didorong terus.
Harus didorong oleh kekuatan
kesadaran politik yang termaju. Kesadaran gerakan atau pelopor-pelopor yang
harus memajukan persatuan nasional tersebut.
Persatuan nasional itu bukan
soal adanya peleburan, bukan juga soal perpecahan, bukan juga soal kita mau
"cerewet" saja di media sosial, bukan juga soal karena dibuka jadi
akan diketahui lawan, bukan juga soal ambisi individual terhadap persatuan
nasional, dan lain-lain.
Persatuan nasional itu harus
melewati bahas-batas kesadaran idealisme borjuis dan kapitalisme. Kesadaran itu
harus dibuka dan harus bisa membendung watak dan strategi imperialisme,
kolonialisme dan militerisme.
Karena itu, persatuan nasional
(dalam bentuk apa pun) menjadi agenda penting gerakan kita hari ini, gerakan
pembebasan nasional Papua. BUKAN HANYA PENTING, TAPI MENDESAK.
SEKALI LAGI, yang harus
dipikirkan SERIUS, FOKUS, DAN KONSISTEN itu BAGAIMANA PERSATUAN NASIONAL WEST
PAPUA baik internal dan eksternal harus tidak dihalang atau ditentang oleh
skat-skat suku, adat, budaya-budaya lama, individualisme,
kepentingan-kepentingan faksi atau organisasi, dan paling penting tidak boleh
ada intervensi imperialisme terhadap individu atau kelompok tertentu.
Penulis Adalah Aktivis Papua (AMP)
Posting Komentar